Seandainya Surat!

 Seandainya Surat!

Sumber: detik.com

Senin, 28 Oktober 2024

Kepada Yth
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
di Tempat

Dengan Hormat,

Pertama-tama saya ingin mengucapkan selamat atas pelantikan sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia periode 2024-2029. Amanat Presiden Republik Indonesia untuk memimpin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bukan tugas yang mudah, terutama karena kekayaan biodiversitas Indonesia sangatlah besar untuk dikelola dan dimanfaatkan. Sebelumnya mohon izin, saya sebagai mahasiswa doktor di bidang Konservasi Biodiversitas Tropika dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, ingin menyampaikan aspirasi dan semoga kelak bisa menjadi bekal Anda dalam memimpin kementerian ini.

Indonesia adalah negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brazil. Negara ini disebutkan dalam konvensi-konvensi internasional memiliki dua hotspot dari 17 hotspot biodiversitas yang ada di dunia, yaitu Sundaland dan Wallacea, di antaranya juga memiliki 12 persen mamalia dunia. Sayangnya, populasi satwa liar Indonesia, khususnya mamalia besar populasinya semakin menurun.

Berdasarkan analisis kesenjangan yang dilakukan oleh KLHK (2011) bahwa 80% biodiversitas (ekosistem, spesies, genetika) berada di luar kawasan konservasi. Pun halnya dengan salah satu satwa liar atau mamalia terancam punah, Orangutan, kini habitatnya berada di luar kawasan konservasi. Tak terhitung konflik harimau dengan manusia, yang menyebabkan kerugian di kedua belah pihak.

Apakah urgensi melestarikan mamalia besar masih signifikan?

Diamanatkan dalam UUD 1945 dan khususnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam menegaskan bahwa biodiversitas harus diprioritaskan untuk mendapat perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan.

Konflik satwa liar menjadi ancaman utama bagi konservasi satwa liar. Akhir Februari 2024, sekelompok masyarakat melampiaskan amarah dengan melakukan persekusi terhadap staf BKSDA Jambi bersama mitranya dan merusak fasilitas konservasi orangutan Sumatra. Alasannya karena masyarakat merasa dirugikan akibat gajah Sumatra masuk kebun dan merusak kebun sawit mereka.

Kondisi ini menjadi kegundahan luar biasa bagi kami para peneliti dan pelaku konservasi di lapangan, karena sepertinya ada jurang yang besar antara kebijakan, implementasi konservasi dan pemanfaatan satwa liar dengan persepsi masyarakat terhadap kekayaan biodiversitas.

Kami berharap banyak di bawah kepemimpinan yang Bapak/Ibu pimpin dapat segera menyusun kebijakan yang adaptif terhadap permasalahan satwa liar di luar kawasan konservasi. Saat ini KLHK sedang memimpin penyusunan Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) periode 2024-2030, yang bahkan menjadi landasan roadmap penyusunan kebijakan terkait konservasi biodiversitas. Kami berharap IBSAP terbaru ini mewadahi solusi terhadap permasalahan pelestarian satwa liar di Indonesia, khususnya yang menjelajah di luar kawasan konservasi.

IBSAP ini disusun sebagai bagian dari rekomendasi Convention on Biological Diversity (CBD) pasca konvensi COP-15 (Conference of the Parties 15) di mana Indonesia sudah terlibat sejak inisiasi di Konferensi Bumi di Rio de Janeiro di tahun 1992 dan CBD pertama di tahun 1994.

Sepertinya tujuan dari CBD memperkuat komitmen Indonesia sebelumnya melalui UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.  Masih menjadi bagian dari CBD adalah Protokol Cartagena dan Protokol Nagoya (2010) terkait akses dan pembagian manfaat.

Fokus dari Protokol Cartagena (2003) adalah tentang upaya melindungi keanekaragaman hayati dan potensi risiko yang ditimbulkan oleh organisme hayati hasil modifikasi akibat bioteknologi modern. Sementara fokus Protokol Nagoya (2010) bertepatan dengan COP16 menetapkan biodiversitas target yang kemudian disebut Aichi Target on Biodiversity (2011-2020).

Sesuatu yang sangat membanggakan bagi kami, Indonesia melalui pemerintah telah meratifikasi semua konvensi tersebut. Bahkan, IBSAP sebelumnya yang sudah berakhir pada 2020. Catatan rekomendasi dari CBD 2022 (COP15) atas capaian target Indonesia adalah bahwa pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati kurang menjadi perhatian pemangku kepentingan di Indonesia, sehingga meskipun kekayaan biodiversitas Indonesia sangat tinggi angka kepunahan biodiversitas Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi di dunia (CBD, 2022).

Hal tersebut disebabkan bukan hanya dari permasalahan konflik satwa liar yang saya sampaikan sebelum di atas tapi juga faktor-faktor berikut:

  • Kekayaan biodiversitas dalam berkontribusi terhadap perekonomian negara dan daerah yang belum jelas.
  • Data-data terkait potensi terkait keanekaragaman hayati yang belum jelas.
  • Ukuran populasi jenis satwa liar dilindungi terus menurun.
  • Jumlah jenis yang dilindungi meningkat sehingga menghambat pemanfaatan (tahun 2018, penetapan satwa liar dilindungi meningkat dari 794 menjadi 919 spesies).
  • Frekuensi intensitas kejahatan terhadap biodiversitas (perburuan dan perdagangan ilegal meningkat).
  • Masyarakat gagal paham mengenai pengawetan, perlindungan dan pemanfaatan.
  • Kebijakan pelarangan pemanfaatan di kawasan konservasi dan sebagainya.

Dengan tantangan sedemikian besar, Indonesia masih membatasi komunitas Internasional untuk mendukung upaya konservasi dan Indonesia harus konsisten mengimplementasikan konvensi-konvensi tersebut.

Semoga aspirasi kami bisa menjadi bekal Bapak/Ibu kelak dalam memimpin kementerian kunci dalam konservasi biodiversitas, serta menjadi bahan perenungan bersama bagi kami dan seluruh anak bangsa. Tak lupa pula, semoga Bapak/Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang baru dapat menyusun dan menjalankan kebijakan terkait konservasi.

Akhir kata, semoga Bapak/Ibu yang nantinya mengemban jabatan sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Salam Lestari!

Endah Wahyu Sulistianti
Mahasiswa Program Doktoral Konservasi Biodiversitas Tropika
Institut Pertanian Bogor

Bagikan yuk

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.