RBK Adakan Diskusi Ekologi (Polemik Tambang Fosfat Sumenep)
RBK | Industri tambang selalu menjadi “daya pikat” oleh mereka yang mengatasnamakan kelompok, instansi/swasta, bahkan agamawan sekalipun. Terlepas dari Pro Kontra, pola pikir yang digunakan untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dan tanpa mempedulikan ruang hidup masyarakat, jelas telah menimbulkan bermacam-macam persoalan lingkungan dan kemanusiaan. Termasuk yang menjadi perhatian saat ini adalah industri tambang Fosfat yang ada di Sumenep, Madura. Industri ini, bahkan menimbulkan dampak tak main-main. Krisis air semacam menjadi rutinitas warga dikala pergantian musim sebab air yang ada didalam tanah sudah habis diminum penguasa. Keseimbangan satwa yang terancam, tergerusnya rasa empati akibat minimnya interaksi masyarakat sebab ruang-ruang sosial dirampas, juga menjadi problem yang tak kalah penting.
Minggu sore (03/11) sekira pukul 16.00 WIB Rumah Baca Komunitas (RBK) mengadakan diskusi bedah buku dengan judul Krisis Sosio-Ekologis Dan Perlwanan Tanah Sumenep. Buku ini ditulis oleh Ifanul Abidin yang sekaligus menjadi pembedah pada diskusi kali ini, ditemani dua narasumber lainnya yakni Raka Rahmana, dan Fauzan sebagai anggota Kader Hijau Muhammadiyah. Dipandu oleh Fajar Aswad dari RBK sebagai moderator jalannya diskusi sore sampai menjelang dini hari itu. Mersakan suasana gerimis pasca hujan deras, ditemani makanan riangan dan kopi hangat menjadikan suasana diksui semakin akrab.
Diawal masing- masing narasumber menyampaikan gagasan atau keresahannya pada persoalan tambang Fosfat yang ada di Sumenep ini berdasarkan buku yang dikaji dan literatur yang mereka jadikan rujukan tambahan. Sejatinya industri tambang sudah meresahkkan dan merugikan berbagai lapisan masyarakat, bukan hanya di Sumenep ini. Bagi yang belum familiar, Fosfat adalah kekayaan alam berupa mineral alami yang mengandung fosfor dan unsur-unsur lainnya. Biasanya diekstraksi menjadi bahan siap pakai seperti pupuk.
Sangat menarik dan membuka wawasan kita semua, mendengar apa yang disampaikan oleh narasumber, karena masing-masing menyampaikan hal yang berbeda, tetapi tetap memiliki kaitan yang sama tentang persoalan tambang secara umum dan tambang fosfat secara khusus. Ifanul mengawali dengan menjelaskan motif atau latar belakang kenapa buku ini ditulis. Semua itu tak lepas dari keresahan yang dirasakan, Ia juga bersal dari dareah tersebut, sehiangga secara dekat telah merasakan dampaknya dan melihat bagaiamana awalnya hanya terdapat delapan kecamatan yang beroperasi tambang sampai akhirnya 18 kecamatan aktif mengeruk Fosfat. Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa masyarakat disana juga telah menolak aktivitas pertambangan fosfat, sebab telah merugikan. Kemudian Raka menekankan bahwa tambang Fosfat selama ini justru menjadi semacam anomali. Industri tambang yang dianggap akan bisa mensejahterakan warga sekitar, ternyata nol besar, bukan keuntungan yang didapat melainkan kebuntungan yang tiada hentinya. Meski dianggap sebagai komoditas yang potensial, nyatanya kesejahteraan masyarakat belum diraskan.
Selain itu apa yang disampaikan oleh Fauzan, secara universal memberikan gambaran yang lebih tajam terkait aktivitas pertambangan itu sendiri. Bukan tanpa dasar, Fauzan mengkaitkan tambang ini sama halnya didaerah lain, termasuk bagaimana masyarakat Wadas melakukan perlawanan terhadap ekploitasi tanah mereka. Mereka diteror, diintimidasi dan bahkan diperlkukan secara repsresif oleh penguasa demi menpertahankan apa yang menjadi hak milik mereka. Masyarakat tentu mersakan sakit yang sama dan yang memeperjuangkan akan tetap teguh pada pendirian bahwa tanah yang menjadi tempat untuk mencari kehiduapan harus tetap dipertahankan meski dengan cara yang mendatangkan kematian.
Kabupaten Sumenep merupakan salah satu kabupaten yang secara geografis terletak paling ujung timur Pulau Madura. Berdasarkan catatan wikipedia.id kabupaten Sumenep memiliki Sumber Daya Alam yang variatif yang terdiri dari jenis bahan galian golongan C antara lain pospat, dolomite, gipsum dan kaolin. Selian itu Kabupaten ini juga memiliki cadangan Sumber Daya Energi strategis berupa golongan A. masyarakat madura meiliki kultur yang sangat religius dan bermasyarakat, juga memiliki makna hidup rukun dan teduh. Tetapi ketika ada hal-hal yang mengancam, tentu masyarakat akan bersuara untuk mengembalikan hak-haknya yang ternacam.
Diskusi dilanjutkan oleh berbagai tanggapan dari peserta, untuk menelaah lebih jauh. Bagaimana kopleksitas tambang ini disatu sisi mengancam kehidupan masyarakat kecil tapi disisi lain, seakan-akan ada semacam kesepakatan kolektif yang memang untuk menanam kekayaan beberapa golongan. Hal inilah yang menimbulkan perlawanan masyarakat bawah. Wabil husus, masyarakat Sumenep yang sumber air tanahnya dirampok akibat pengerukan tanah karst yang berfungsi menyimpan ketahanan air. Sehingga dampak yang ditimbulkan pada masyarakat sangat begitu menyengsarakan.
Buku Krisis Sosio-Ekologis ini menyoroti paling tidak dua elemen yang paling bertanggung jawab terhadap kesengsaraan rakyat, pertama adalah pemerintah dan yang kedua adalah para pemilik modal (Kaum Kapitalis). Kedua unsur tersebut dirasa telah membuat apa yang dinamakan sebagai konspirasi politis, sehingga memiliki kuasa dominan untuk mewujudkan keserakahan sementara, yup! Sementara. Karena yang terus-menerus adalah perlawanan!