ALIA dan Tangis Bahagia Nakek-Nino

 ALIA dan Tangis Bahagia Nakek-Nino

Pukul tujuh pagi si kecil sudah selesai mandi. Tetapi setelah memakai baju dia tiduran lagi. Sambil memeluk bantal dia letakkan kepala di depanku. Akupun mengelus rambutnya sepenuh sayang. Onti  yang berada di samping dan ingin membelai tidak diizinkannya. Beberapa menit kemudian dia minta digendong ke halaman belakang. Di depan Ayah, Bunda, Uti, Nino, Onti, Oo, dan beberapa keluarga dekat  yang datang menghantarkan keberangkatannya si kecil tidak mau turun dari gendonganku. Rupanya ini waktu untukku si-Nakek.  Giliran Nino sudah diberikan sepanjang malam sebelumnya. Sedangkan untuk Onti  sudah diberikan pada hari sebelumnya. Si kecil yang belum genap berumur empat tahun ini sudah membagi waktu melepas rindu pada orang-orang  satu rumahnya. Dia akan terbang jauh. Menuju Norwegia.  Mengikuti Bundanya yang studi lanjut S-3 disana. Si kecil ini bernama Alia. Cucu pertama kami.

Lima tahun sebelumnya, pada 2017,  Dilla  anak pertama kami, diterima sebagai mahasiswa S2 di Manchester University. Dia berangkat bersama Ridwan suami yang menikahinya  dua tahun sebelumnya. Dilla   lalu mengikuti suaminya yang programer di Samsung Jakarta. Dalam masa ini Dilla berburu beasiswa luar negeri. Alhamadu lillah Dilla diterima di beberapa perguruan tinggi, satu di Taiwan dan dua di Inggris. Tentang ini aku sudah tuliskan dalam “CINTA BACA Menembus Cakrawala.”  Dilla berhasil menyelesaikan studinya tepat waktu.  Ketika dia  wisuda aku dan istri kecipratan rezeki menginjakkan kaki dan berkeliling Inggris. Dilla kemudian pulang ke tanah air dalam kondisi mengandung lima bulan anak pertamanya. Anak ini kemudian lahir di Jogja dan diberi nama Alia.  Jadi  Alia direncanakan di  Inggris dan lahir di Indonesia. Maka aku menyebut  Dilla, suaminya, serta Onti sebagai si Anak global. Dan  Alia bisalah disebut sang  Cucu Global.

Sebagai cucu global kelahiran Alia memunculkan beberapa keunikan. Khususnya pada penyebutan orang-orang terdekatnya. Dua orang tuanya dipanggil Ayah dan Bunda. Panggilan kakek-nenek dari jalur ayahnya yang orang Jawa adalah Eyang Kakung-Eyang Putri, disingkat Akung-Uti. Panggilan kakek-nenek dari jalur ibunya adalah Nakek-Nino. Ini sebutan kakek-nenek bagi orang Kerinci, kampung halamanku.  Dalam hal ini istriku yang orang Jepara memilih menggunakan bahasa Kerinci. Menurutnya sebutan Nino itu unik dan enak didengar. Sedangkan panggilan bibinya adalah Onti. Ini kesepakatan tidak tertulis antara Dilla dengan Fia adiknya, anak bungsu kami. Ketika Alia masih dalam kandungan ibunya di Manchester, Fia sempat berkunjung kesana. Lalu mereka bersepakat menggunakan kata Onti untuk si adik bayi ketika nanti memanggil bibinya. Onti dari akar kata aunt (Inggris) yang berarti bibi. Rupanya dalam hal ini beda generasi beda pula rasa bahasa. 

Selanjutnya di rumah Alia dilatih  berkomunikasi dalam bahasa Indoensia. Ini merupakan bahasa sehari-hari keluarga kami. Kami juga menggunakan bahasa Jawa. Ketika bermain sesama anak kecil di kampung kami Alia juga menggunakan campuran bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Demikian juga dengan para anak dan menantuku. Uniknya antara Dilla dan Fia sering berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Rupanya ini bagian dari strategi mereka menguasai bahasa bahasa global tersebut. Sedangkan bahasa Kerinci digunakan ketika ada saudara atau tamuku orang Kerinci berkunjung. Jadi satu-dua kalimat dalam Bahas Kerinci difahami anggota keluargaku.  Untuk Alia, buku-buku bacaan yang disiapkan Ayah-Bundanya sebagian besar berbahasa Indonesia dan sebagian berbahasa Inggris. Jadi meski disiapkan menjadi anak global kepada Alia tetap ditanamkan kecintaan pada asal usul. Khususnya pada bahasa Ayah-Bunda dan bahasa Nakek-Ninonya.

Pada usia tiga bulan Alia masuk program baby class di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Kebetulan Nino si Alia merupakan pimpinan Nuraini, PAUD unggulan nasional untuk propinsi DIY. Karena itu di rumah Alia dimanjakan oleh banyak  buku dan alat permainan edukatif. Untuk itu aku membuatkan banyak rak sebagai tempat menata buku dan alat bermain Alia. Kebetulan sejak pandemi covid mewabah aku menemukan kebiasaan baru yang sangat mengasikkan yaitu menjadi tukang kayu.  Untuk ini aku sekarang sudah memiliki perlengkapan standar yaitu bor listrik, jigsaw, mesin serut, dan gerinda listrik. Untuk ini juga aku memiliki ruang khusus di halaman belakang rumah kami. Lebih dari tiga puluh item sudah aku  buat. Paling banyak rak dan meja indah tempat menata buku dan mainan Alia. Maka kini tepi dan sudut dinding ruang tengah dan belakang rumah kami dan dan tentu saja kamar Alia dipenuhi rak dan meja bukua dan mainan Alia.

Alia berumur dua tahun ketika pandemi covid-19 mewabah. Maka acara bermain dan jalan-jalan bersama Alia menjadi terbatas. Apalagi kemudian aku harus menjalankan amanat baru memimpin Lazismu yang berkantor di Jakarta. Ketua sebelumnya diangkat menjadi Dirjen di Kemenag. Maka protokol kesehatan (prokes) berlaku di rumah kami. Termasuk interaksi langsung antara Nakek dan Nino dengan Alia. Sesampai di rumah setelah keluar kota, misalnya, aku harus membersihkan diri sedmikian rupa sebelum bermain dengan Alia. Itupun harus memakai masker. Ini semua untuk menjaga sang cucu  yang belum divaksin tidak terpapar virus  corona. Aku juga membatasi interaksi dengan para tetangga dekat maupun jauh. Maka Mas Gito, pak RT sahabat dekatku, setengah  bergurau  pernah berucap, “Pak Mahli sekeluarga saiki lagi ndelik.”

Seiring dengan mengendurnya pandemi  kami tetap menjaga prokes. Berita gembiranya ibunda Alia diterima S3 di Norwegia. Maka kami makin waspada. Akan sangat repot bila saat berangkat Alia dan Ayah-Bundanya terpapar Corona. Jadwal keberangkatan, tiket pesawat Jogja-Norwegia yang sudah di tangan, dan berbagai urusan lainnya tentu menjadi tidak mudah. Untungnya dua hari menjelang keberangkatan keluar pengumuman pemerintah. Bahwa semua tes PCR maupun antigen tidak diperlukan lagi. Maka situasinya menjadi lebih longgar. Alia bersama Ayah-Bundanya tidak harus menunjukkan hasil tes antigen untuk bisa terbang ke Jakarta. Demikian juga ketika naik pesawat lanjutan Jogja-Amsterdam-Norwegia. Di Norwegia sendiri sudah tidak ada masalah pandemi. Segala macam test dan kanrantina tidak lagi menjadi syarat keluar-masuk. Bahkan sehari-hari warga disana sudah tidak memakai masker.

Pada sisi lain kami kuatir Alia akan mengalami kesulitan dalam perjalanan  ini. Pertama, ini penerbangan perdana bagi Alia. Perjalanan lainnya Alia baru naik mobil dan kereta api. Kedua, ini penerbangan sangat panjang. Alia terbang dari Jogja menuju Jakarta  Kamis, jam 11.30. Di Jakarta Alia harus transit di hotel bandara menunggu penerbangan lanjutan pada pukul 23.00 WIB. Selanjutnya Alia akan terbang 12 jam nonstop menuju_Amsterdam. Disini Alia kan transit lagi selama beberapa jam menunggu penerbangan terkahir menuju Torndheim-Norwegia. Maka kami menyiapkan banyak mainan favorit Alia untuk dibawa ke kabin. Harapannya Alia tidak bosan selama penerbangan.  Kekhawatiran kami ternyata tidak terbukti. Alia menikmati seluruh perjalanannya. Ini karena sosialisasi yang baik sudah dilakukan pada Alia sejak jauh hari sebelumnya. Misalnya Alia dilibatkan dalam membeli berbagai perlengkapan di negeri dingin. Khususnya  sepatu dan penghangat untuknya.

Jumat pagi 11 Maret 2022  aku si Nakek dan istriku si Nino meluncur ke Cepu.  Perjalanan  ini  akhirnya menjadi bagian dari usaha  si kakek-nenek  ini agar tidak larut dalam sedih ditinggal  cucu tersayang.  Kebetulan si Nakek  ada agenda membuka Rakerwil Lazismu Jawa Tengah  besok harinya.  Perjalanan dengan menyopir mobil sendiri melalui Solo,  kota dimana pertama kali Nakek bertemu Nino tiga puluh enam tahun sebelumnya. Kamipun  makan siang di seberang gedung Rektorat UMS almamater tercinta.  Menjelang magrib kami memasuki Hotel Kyriad Anna Cepu. Sebuah video pendek masuk ke grup WA keluarga. Alia berlari-lari gembira diikuti Ayah-Bundanya  di tengah ramai lalu lalang pengunjung Bandara Schipol, Amsterdam. Dia sudah menggunakan baju hangat tebal yang dibelinya sendiri di Jogja. Alia nampak sangat ceria. Empat jam berikutnya sebuah pesan WA masuk dari Dilla Bunda Alia  “Alhamdu lillaah landing di Trondheim.. “ 

Perasaanku campur aduk menyaksikan  foto dan video demi video perjalanan Alia Si Cucu Global ini. Tentu saja  kami bersyukur pada Allah dan senang dengan keberangkatan anak-anak muda generasi global ini.  Setelah sebelumnya di Inggris, kini  Alia bersama Ayah Bundanya kembali menyongsong masa depan  di Norwegia. Sesudah itu entah kemana lagi. Kami memang menangis ketika menghantarkan mereka di bandara Yogyakarta International Airport  dua hari yang lalu. Tetapi  itu adalah tangis bahagia. Semoga Alia si Cucu Global selalu sehat dan ceria. Demikian juga dengan Ayah dan Bundanya. Sampai beberapa tahun ke depan kita  berjumpa lagi di tanah air. Atau,  kalau ada cukup rezeki, Nakek dan Nino mengunjungi Alia di negeri yang berbatasan langsung dengan kutub utara ini. Insya Allaah. 

KA Argalawu, otw Tugu-Gambir, 15-03-22

Bagikan yuk

Mahli Zainuddin

Ketua Lazismu Pusat

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.