Press Release: Peringatan Darurat Belum Berakhir, Runtuhkan Rezim Tipu-Tipu
Kehebohan yang dibuat oleh pemerintah dan anggota dewan di DPR RI memicu kemarahan rakyat Indonesia. Praktik culas yang berusaha dilakukan dengan merevisi RUU Pilkada sekali lagi menunjukkan bahwa tujuan utama rezim ini adalah melanggengkan kekuasaan dan politik dinasti. Bagaimana tidak, pemerintahan Jokowi dan koalisi besarnya di DPR RI berusaha untuk membangkang terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat pencalonan kepala daerah.
MK berusaha menegakkan kembali pilar-pilar demokrasi melalui putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah dan putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang batas usia calon kepala daerah. Namun, pemerintahan Jokowi dan koalisi partai politiknya memandang putusan MK menghalangi rencana besar mereka untuk memonopoli Pilkada 2024 dan membuat Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, tidak bisa berkontestasi dalam Pilkada 2024. Hanya dalam hitungan jam, mereka bersepakat untuk memberontak terhadap putusan MK dan menyepakati RUU Pilkada untuk disahkan dalam rapat paripurna.
Protes dan aksi massa besar-besaran pada Kamis (22/8) membuat Badan Legislatif DPR RI membatalkan rencana pengesahan RUU Pilkada. Gerakan #PeringatanDarurat yang menggema di media sosial berhasil menciptakan gerakan rakyat untuk melawan pembangkangan rezim Jokowi terhadap konstitusi.
Dengan dibatalkannya pengesahan RUU Pilkada, apakah perjuangan rakyat untuk menegakkan konstitusi dan mengawal demokrasi sudah berhasil? Jawabannya BELUM.
Apa yang terjadi akhir-akhir ini hanya salah satu contoh praktik culas dari rezim Jokowi dan kroni-kroninya. Jauh sebelum hari ini, mereka telah melakukan hal serupa dengan merevisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi, mengesahkan UU Cipta Kerja dan UU Minerba, menyusup ke MK melalui Anwar Usman yang kemudian meloloskan Gibran sebagai cawapres Prabowo, atau memecah belah gerakan masyarakat sipil dengan memberikan konsesi tambang kepada ormas keagamaan.
Rakyat tahu bahwa banyak kebijakan bermasalah yang lahir selama rezim Jokowi. Fungsi anggota dewan sebagai wakil rakyat makin melemah, kekuatan lembaga-lembaga independen diberangus, penegakan hukum mandul dan dimanfaatkan untuk menyandera lawan-lawan politik. Jokowi berusaha untuk mengontrol semua kekuasaan dalam genggaman tangannya.
Singkatnya, rezim Jokowi punya 18 nawadosa, yaitu melanggengkan oligarki dan politik dinasti, melemahkan institusi demokrasi, melibatkan kembali TNI dalam urusan sipil, membuat konflik Papua kian memanas, meruntuhkan sistem pendidikan, mengembangkan watak patron-klien di Kepolisian, mempolitisasi peran Kejaksaan, melemahkan posisi KPK, gagal menyelesaikan pelanggaran HAM berat, gagal mengelola APBN, meruntuhkan independensi Bank Indonesia, memperbesar utang luar negeri, memaksakan pembangunan IKN, merusak lingkungan, menimbulkan konflik agraria, mengkriminalisasi rakyat atas nama proyek strategis nasional, memberangus ruang-ruang kebebasan sipil, dan mengembangkan gimik saat berdiplomasi ke luar negeri.
Apa yang dilakukan oleh Jokowi hampir pasti akan diduplikasi oleh Prabowo Subianto. Presiden terpilih itu berkali-kali menegaskan akan dia melanjutkan apa yang sudah dibangun oleh rezim Jokowi. Dengan begitu, karakteristik otoritarianisme yang populis juga akan dilanjutkan oleh Prabowo.
Berbagai problem yang terjadi dalam 10 tahun terakhir bermuara pada bobroknya sistem pemilu dan partai politik Indonesia yang menghamba pada kapitalisme. Sistem pemilu kita memberikan celah negara ini dipimpin oleh orang-orang yang culas. Partai politik tidak bisa menjalankan amanat demokrasi karena mengedepankan kepentingan pribadi. DPR bukan rumah wakil rakyat, tetapi tempat tumbuh suburnya oligarki.
Selama sistem pemilu dan partai politik kita tidak diubah, selama itu pula rakyat Indonesia dipimpin oleh rezim tipu-tipu. Oleh karena itu, aliansi masyarakat sipil di Yogyakarta akan turun ke jalan dalam aksi Jogja Memanggil Kembali pada Selasa, 27 Agustus 2024. Gerakan masyarakat sipil yang dimotori oleh Forum Cik Di Tiro ini menggandeng aliansi mahasiswa, buruh, budayawan, seniman dan akademisi untuk menolak terlena dengan gimik rezim Jokowi dan kroni-kroninya.
Aksi Jogja Memanggil Kembali dimulai pukul 09.00 WIB di Parkiran Abu Bakar Ali, kemudian longmarch ke Istana Kepresidenan dan berakhir di Titik Nol KM Yogyakarta. Demonstrasi hari ini mengusung berbagai seruan kepada pemerintah dan rakyat Indonesia, yaitu:
- Menolak otoritarianisme populis yang dipraktikkan oleh Jokowi beserta kroni-kroninya
- Menuntut agar segera dilakukan perombakan pada UU Pilkada dan UU Partai Politik
- Melawan segala upaya perusakan atau pelemahan konstitusi
- Akan melakukan segala cara untuk mencegah oligarki dan politik dinasti
- Menyerukan kepada warga Jogja untuk membangun oposisi rakyat
Aliansi Jogja Memanggil:
Forum Cik Di Tiro, Aksi SEJAGAD, BEM Se-DIY