Kuliner Pasar Kranggan
Khafid Sirotudin, Ketua LP-UMKM PWM Jateng, Bidang Advokasi dan HAM DPW APPSI Jateng
Selepas meeting dan maghriban, Jumat 29/11/2024, kami berdua bersama Zulfikar menyusuri jalan menuju pasar Kranggan. Salah satu pasar tradisional (pasar rakyat) yang legendaris di Jogjakarta. Kota Jogja memiliki cukup banyak pasar tradisional diantaranya pasar Beringharjo, Condongcatur, Prawirotaman, Demangan dan Klithikan. Ketika istri bermukim di Karanganyar Brontokusuman Mergangsan dan bekerja di RS PKU Muhammadiyah tahun 1992-1996, kami sering mendatangi pasar Prawirotaman untuk membeli ikan segar dari pemasok asal Semarang.
Pasar Klithikan dibangun tahun 2007, di bekas pasar hewan Pekuncen, adalah pasar khusus barang antik dan bekas berbagai jenis. Mulai uang koin kuno, batu akik, onderdil kendaraan bermotor, barang elektronik, kamera, hingga aneka barang antik lainnya. Pasar Klithikan dibangun untuk merelokasi pedagang yang sebelumnya berjualan di trotoar jalan Mangkubumi, Asemgede dan Alun-alun Kidul Kraton Jogja. Meski lokasi berpindah, alhamdulillah pengunjung tetap berdatangan sesuai jam buka pasar jam 08.00 pagi hingga 21.00 malam.
Pasar Kranggan memiliki sejarah panjang, berdiri awal abad 19 di masa penjajahan Belanda dan menjadi pusat perekonomian yang dimotori warga Tionghoa. Semua berawal dari Peraturan Tata Ruang Wilayah “Wijkensteelsel” pemerintah Kolonial Belanda. Dimana masyarakat pribumi hingga pendatang diwajibkan membuat perkampungan yang berisi komunitasnya sendiri.
Kita masih bisa menelusuri jejak sejarah penataan ruang warisan kolonial di beberapa kota besar di Indonesia. Ada kampung Pecinan, kampung Arab, kampung Eropa. Sebuah jejak peradaban yang setidaknya terlihat dari bentuk bangunan rumah yang masih tersisa.
Salah satu ciri Pasar Tradisional adalah sebagai wadah interaksi ekonomi, sosial dan budaya. Transaksi jual-beli dilakukan melalui tawar menawar secara jujur, terbuka, fairness dan akad yang jelas. Pasar tradisional telah terbukti mampu menggerakkan ekonomi daerah bagi semua lapisan dan strata ekonomi, khususnya pelaku usaha skala UMKM. Secara sosial budaya pasar tradisional terbukti mampu mengurangi angka pengangguran dan setengah pengangguran. Sebab pasar tradisional mampu menampung “unskill labour” alias pekerja yang tidak butuh persyaratan akademis (ijasah) dan sertifikasi profesi.
Kuli Bongkar Muat (BM), polter, tukang parkir, abang becak hingga pencopet bisa bekerja di lingkungan pasar tradisional. Eit…jangan su’udzan dulu dengan pencopet di pasar. Sebab belum pernah ada ceritanya bakul pasar atau kondektur bus kecopetan.
Berbeda dengan copet yang beroperasi di pasar modern, mall dan kereta api eksekutif. Apalagi dibandingkan dengan koruptor dan perampok sumberdaya alam Indonesia. Ibarat langit dengan bumi. Para pencopet di pasar tradisional hanya sekedar mengais rejeki untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Pasar Kranggan terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu :
Pertama, ada di sebelah selatan yang berbatasan dengan jalan Diponegoro. Di bagian ini banyak penjual jajanan pasar, aneka kembang dan perhiasan.
Sejak tahun 2018, bagian lantai 2 berubah menjadi warung/kedai kuliner yang menjajakan aneka makanan minuman (mamin). Setidaknya terdapat 30 kedai, antara lain : soto, Hainan chicken rice, warung kopi, dimsum dan aneka menu khas nusantara.
Kedua, bagian tengah pasar yang menjual berbagai barang kebutuhan sandang dan peralatan rumah tangga. Para bakul yang menjual aneka perlengkapan dan peralatan rumah tangga biasa disebut dengan kelompok “eter”.
Terdapat juga kios dan loos yang menjual empon-empon dan bahan jamu tradisional. Di bagain ini aktivitas jual beli hanya berjalan pagi hingga sore hari. Presiden Jokowi pernah blusukan pasar, mengunjungi bagian tengah pasar Kranggan pada tahun 2018 silam.
Ketiga, bagian utara khusus untuk berjualan sayur mayur, buah, daging dan ikan segar. Loos daging babi bisa dijumpai di bagian ini, selain penjual daging ayam, sapi dan kambing/domba. Para bakul sayuran dan buah sering berjualan hingga meluber di halaman pasar.
Di bagian utara pasar ini mulai ramai sejak pukul 02.00 pagi. Beragam barang dagangan didatangkan dari berbagai kabupaten di Provinsi DIY maupun Jawa Tengah. Terutama daerah yang berbatasan dengan wilayah DIY : Purworejo, Magelang dan Klaten. Pasar Kranggan menjadi tujuan banyak pedagang sayuran, buah-buahan dan ikan segar sebagai tempat kulakan sebelum dijual kembali ke pelanggan, warung atau di pasar tradisional yang lebih kecil.
Pusat Kuliner
Hujan rintik-rintik menambah susana malam di lantai 2 pasar Kranggan bagian selatan semakin sahdu. Kami berdua mendapatkan tempat di ujung timur selasar pasar yang penuh pelanggan.
Saya memilih minuman hangat kopi dan wedang uwuh disertai 2 pak dimsum ikan dan bakpao. Sementara Zulfikar yang masih muda menyantap menu ala Western “mashed potato” (Jawa : kentang uleg), “chicken roasted” (Jawa : ayam panggang) dengan toping mayones dan sayuran. Harap maklum, saya mewakili generasi kolonial sementara Zulfikar millenial.
Sekitar jam 21.15-an, Agung Subagya Kabid Kemitraan dan Jejaring LP-UMKM PWM Jateng dan seorang staf PT. Seraya Auto Indonesia ikut bergabung bersama kami. Kebetulan Agung ada keperluan penyerahan beberapa unit mobil karoseri pesanan BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) Serayu-Opak yang kantornya berada di Sleman DIY.
Pusat kuliner Pasar Kranggan adalah sebuah kearifan lokal, local genius berbasis ekonomi kreatif khususnya produk mamin/kuliner yang mampu menarik pelanggan lokal dan wisatawan domestik. Tidak mudah membangun ekosistem pasar tradisional yang sarat dengan budaya, berwatak sosial dan ekonomi.
Betapa banyak pasar yang dibangun megah oleh Pemerintah Daerah tapi “megahi” (tidak menarik) bagi pengunjung dan konsumen. Kehadiran Kepala Dinas Perdagangan atau OPD (Organisasi Pemerintah Daerah) terkait dan Kepala Daerah di tengah pasar musti menjadi laku budaya sosial-ekonomi dengan cara memberikan keteladanan bagi rakyatnya.
Saya jadi teringat cerita seorang simbok bakul pasar Kranggan yang “nunut” (numpang) jeep untuk membawa dagangan dari daerah Kaliurang Sleman. Simbok bakul itu tidak tahu jika pengendara mobil yang dicegat untuk membawa dagangan beras itu siapa.
Bahkan simbok bakul sempat marah-marah ketika sopir mobil jeep itu dengan sopan menolak menerima imbalan upah angkutan. Dia baru sadar jika sopir jeep itu Sri Sultan Hamengku Buwono IX, setelah seorang polisi yang berjaga di depan pasar memberitahu.
Pasar Kranggan adalah monumen amal shalih, saksi sejarah kebersahajaan dan kewibawaan Raja Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Sebuah gambaran relasi sosial budaya ekonomi berlandaskan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, welas asih, saling menolong, tepa selira, gotong royong dan guyub rukun.
Sebuah landasan nilai demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila yang mulai tergeser oleh pelaku ekonomi pasar ala kapitalisme dan neo liberalisme. Dimana indikator ekonomi suatu daerah hanya dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi dan income per kapita semata. Melalaikan indikator lain berupa pemerataan ekonomi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Jika anda berkunjung ke Tugu Jogja, saya rekomendasikan untuk mengunjungi Pusat Kuliner Pasar Kranggan di bagian Selatan lantai 2. Cukup dengan berjalan kaki yang menyehatkan dan dekat lokasinya.
Di sana tersedia aneka mamin dan kudapan sesuai kebutuhan. Harganya pun tidak menguras isi dompet kita dibandingkan saat nongki di kedai kopi sebuah mall dan hotel berbintang. Kualitas mamin Bintang Lima, harga Kaki Lima.
Salah satu tugas Pemerintah dan Pemerintah Daerah yaitu melakukan perimbangan distribusi ekonomi dengan cara memfasilitasi dan mendistribusikan harta (uang yang beredar) dari orang kaya (aghniya) kepada kaum fakir miskin (dhuafa), sehingga mereka lebih berdaya dalam menjalani kehidupan ekonomi sehari-hari. Bukankah kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang pro si Kaya dan berpihak kepada kaum neolib asing dan oligarkhi ekonomi bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan agama. Sebagaimana pelajaran Pancasila dan PPSB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) yang pernah saya terima saat SMA serta ajaran dari guru ngaji kami ketika menerangkan Qs. Al-Hasyr ayat 7.
Mari kunjungi secara rutin pasar tradisional di daerah kita untuk memenuhi berbagai kebutuhan keseharian di rumah. Sambil mengukur komitmen para Cagub/Cawagub, Cabup/Cawabup dan Cawali/Cawawali yang baru saja memenangkan kontestasi demokrasi Pilkada Serentak 2024.
Narasi dalam dokumen visi misi beserta janji politik Paslon yang dinyatakan ke publik saat debat kandidat untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan dan UMKM benarkah bisa dilaksanakan secara nyata setelah pelantikan pada bulan Februari 2025 mendatang. Ataukah sekedar janji mencari simpati dari para bakul dan pengunjung pasar serta pencitraan belaka. KH. Ahmad Dahlan pernah berwasiat, bahwa “tauladan yang baik adalah khotbah yang paling jitu”. Wallahu,alam.
Tegalmulyo, 30 November 2024.