Puasa dan Ekologi Kita

 Puasa dan Ekologi Kita

Setelah menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Nasaruddin Umar, menetapkan dan mengumumkan awal Ramadhan 1446 jatuh pada 1 Maret 2024, maka sebagian besar umat islam di Indonesia melaksanakan ibadah puasa. Lumrah kita ketahui, puasa secara bahasa adalah ‘Imsak’ artinya menahan, sedangkan secara  istilah, puasa adalah menahan dari segala perkara yang membatalkannya dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari.

Sejatinya puasa adalah refleksi kepada kita semua, bahwa masih ada saudara kita yang harus berjibaku hanya untuk sekedar mencari sesuap makan. Spirit puasa tidak hanya sekadar menahan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu dari terbit hingga terbenamnya matahari, tetapi juga mencerminkan pengendalian diri, kesabaran, dan empati terhadap sesama. Melalui puasa, kita diajak untuk merenungkan makna kehidupan, membersihkan hati, serta meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.

Puasa juga mengajarkan kita untuk lebih peka terhadap kebutuhan orang lain, terutama mereka yang kurang beruntung, sehingga mendorong kita untuk berbagi dan peduli. Dengan demikian, spirit puasa menjadi sarana untuk memperbaiki diri, baik secara fisik maupun spiritual, serta menciptakan keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani.

Meski demikian, saya melihat ada sedikit dari cara berpuasa kita. Berbicara pengendalian diri, maka akan berbicara terkait pola konsumsi. Berbicara konsumsi, pasti bermula dari proses produksi. Dan di tengah krisis iklim hari ini, puasa yang seharusnya menjadi amaliyah yang bisa menahan atau mengendalikan krisis, malah menjadi momentum penyumbang krisis tersebut.

Berkaca pada ramadhan 1445 H/ 2024 M tahun lalu, Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, mengatakan bahwa volume sampah di beberapa daerah meningkat sekitar 5%-20% selama bulan Ramadhan. Lebih mirisnya lagi, sampah makanan menjadi penyumbang terbesar dalam komposisi sampah tersebut.

Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menunjukkan bahwa komposisi sampah didominasi oleh sisa makanan atau sampah organik sebesar 41,2%, disusul oleh plastik sebesar 18,2%, serta kayu atau ranting sebesar 13,5%. Jika dilihat dari sumbernya, sektor rumah tangga menjadi penyumbang sampah terbesar dengan persentase 39,2%, diikuti oleh pusat perniagaan sebesar 21,2%, dan pasar tradisional sebesar 16,1%.

Persoalan limbah pangan menjadi masalah serius di Indonesia, dengan jumlahnya yang hampir mencapai 40% dari total sampah yang dihasilkan masyarakat. Studi bersama antara Pemerintah Indonesia dan Foreign Commonwealth Office menemukan bahwa pada periode 2000-2019, limbah pangan di Indonesia berkisar antara 23 hingga 48 juta ton per tahun. Hal ini berarti setiap individu membuang sekitar 115-184 kilogram makanan setiap tahunnya. Kerugian ekonomi yang timbul akibat pemborosan pangan ini pun diperkirakan mencapai Rp 551 triliun per tahun, yang setara dengan 4-5% dari produk domestik bruto Indonesia. Selain itu, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari limbah makanan di Indonesia mencapai 1.702,9 megaton ekuivalen karbon dioksida (CO2).

Limbah pangan menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan kita. Ketika kita membuang makanan, secara tidak langsung kita juga menyia-nyiakan energi dan air yang digunakan dalam proses penanaman, panen, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi bahan pangan tersebut. Padahal, sepertiga dari energi yang dikonsumsi manusia berasal dari pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil. Limbah makanan juga memberikan kontribusi besar terhadap emisi gas rumah kaca, karena proses pembusukan makanan menghasilkan metana, salah satu gas rumah kaca yang sangat berpotensi merusak lingkungan.

Terakhir yang tak kalah penting yang ingin saya soroti ialah potensi meningkatnya penderita diabetes pasca Idul Fitri. Meskipun saya belum menemukan riset atau studi terkait hal tersebut, namun jika melihat pola konsumsi kita yang cenderung balas dendam’  saat berbuka dengan mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung persia buah atau pemanis buatan yang tidak sehat bagi tubuh.

Saya ambil satu contoh, misalnya penggunaan susu kental manis (SKM) pada es buah, jus buah, atau berbagai varian takjil lainnya. Perlu diketahui, baik varian putih maupun cokelat SKM sama-sama mengandung 19-22 gram gula per takaran saji 40 gram atau 4 sendok makan, dan dalam satu sachet SKM kandungan gulanya bisa mencapai 20-44 gram gula. Dengan kandungan gula yang cukup tinggi tersebut, apabila kita mengkonsumsinya secara berlebihan maka berpotensi menyebabkan obesitas, kerusakan gigi, diabetes, bahkan penyakit jantung.

Sekali lagi, berkaca pada 2024 silam, kita menyaksikan sendiri bagaimana lonjakan kasus diabetes dan gagal ginjal pada anak-anak. Berdasarkan survei Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) , 1 dari 5 anak usia 12-18 tahun, pada urinnya sudah mengandung hematuria atau proteinuria yang merupakan gejala awal dari gagal ginjal. IDAI juga mengkonfirmasi sejak 2010 hingga 2024, kasus diabetes pada anak meningkat hingga 70%.

Akhirul Kalam!

Lonjakan sampah makanan yang meningkat selama ramadhan adalah sebuah ironi di tengah spirit bersolidaritas terhadap kaum papa yang notabene kesulitan makan. Selain hal tersebut adalah perilaku mubazir, tercela, dan memicu krisis iklim, membuang makanan sama seperti membunuh orang miskin. Begitupun, saat lingkungan ini rusak, apapun sebab atau bentuknya, maka orang-orang miskin pula yang akan pertama kali merasakan dampaknya.

Terakhir, berbuka puasa dengan yang manis-manis memang memberi kepuasan setelah seharian menahan lapar dahaga. Namun, kebiasaan tersebut apabila berlebihan dapat berisiko meningkatkan kadar gula darah. Dan apabila konsumsi gula berlebih ini dilakukan secara terus-menerus, akan menyebabkan penumpukan lemak yang pada akhirnya berpotensi memicu gangguan metabolisme seperti diabetes. Kadar gula darah yang melonjak tajam juga bisa menyebabkan tubuh kesulitan mengatur keseimbangan gula, meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung, hingga gangguan kesehatan lainnya.

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan 1446 H

Oleh : Fahmi Saiyfuddin

Bagikan yuk

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.