Catatan untuk Bedah Buku “Islam dan Lingkungan Hidup” Karya Syekh Jawadi Amuli

Sumber: rumah baca komunitas
Oleh: Parid Ridwanuddin “Dosen Prodi Falsafah dan Agama; Pegiat Lingkungan di Eksekutif Nasional WALHI; Pengurus LHKP PP Muhammadiyah bidang Kajian Politik Sumber Daya Alam”
- Buku ini merupakan karya termutakhir, setelah buku Man and Nature, karya Seyyed Hossein Nasr (1968); buku Fiqhul Biah karya Muhammad Husain Surazi; buku Ri’ayatul Bi’ah fi Syariatil Islam, Karya Yusuf Qardhawi; dan buku Merintis Fikih Lingkungan Hidup, Karya Ali Yafie (2002); dan “Towards an Understanding of Environmental Ethic From A Qur’anic Perspective” karya Ibrahim Ozdemir. Ini di antaranya. Masih banyak yang lain.
- Di dalam Qur’an banyak disebut kata kunci yang berkaitan dengan alam: Pertama, benda-benda langit: kata langit disebut sebanyak 310 kali, matahari disebut 33 kali, bulan disebut 27 kali, bintang disebut 18 kali, awan disebut 9 kali, dan angin disebut 27 kali. Kedua, entitas hewani: burung disebut sebanyak 20 kali. Selain burung, Qur’an menyebut sejumlah nama hewan, yaitu: sapi, lebah, laba-laba, semut, unta, kambing/domba, anjing, kuda, keledai, babi, ular, nyamuk, serangga, dan juga gajah. Ketiga, bumi dan entitas nabati: kata bumi disebut sebanyak 451 kali, tanah disebut 29 kali, pohon dengan berbagai derivasinya 26 kali, buah-buahan dengan berbagai derivasinya 24 kali, tanaman14 kali, kata hijau yang disematkan pada pohon dan tumbuhan sebanyak 8 kali. Sejumlah nama buah juga sering disebut. Keempat, gunung dan entitas hidrologis: gunung disebut sebanyak 39 kali, batu dan berbagai derivasinya 12 kali, air sebanyak 63 kali, sungai dan berbagai derivasninya 59 kali, mata air 20 kali, and laut 41 kali.
- Dari Juz 1-10 teologis, hukum, dan Sejarah. Dari 10-30 isinya teologis, Sejarah, dan isu kosmologi-ekologis.
- Syekh Jawadi Amuli Menafsirkan kata Ista’mara dengan sangat baik. Tapi saat ini, kata Ista’mara diterjemahkan menjadi kolonialisasi dalam Bahasa Arab kontemporer. Padahal makna awalnya sangat baik, tapi di timur Tengah, makna ini berubah sejak kolonoalisme masuk ke mereka. (halaman. 39) Padahal makna awalnya “mengejar kemajuan” dan atau “memakmurkan bumi” dan atau “membuat bumi berumur Panjang”. Dalam Bahasa kini, Isti’mar itu dapat dipahami sebagai upaya “ekologi berkelanjutan” atau “keadilan antar generasi” bukan “Pembangunan berkelanjutan”.
- Buku ini, selain mengajak pembacanya menyelami ayat-ayat qauliyyah dan kauniyyah, juga mengajak kita membaca situasi dan atau struktur ekonomi politik yang saat ini masih tidak adil. Saat ini, negara-negara industri telah dan sedang melanggengkan penguasaan terhadap sumber daya alam di negara-negara Selatan melalui pendekatan soft power. Kita lihat, AS, China, EU, tetap melanggengkan kepentingan ekonomi politik untuk membangun negaranya dengan mengorbankan negara setempat. Yang tersisa, hanya bencana, kemiskinan, dan keruskaan sumber daya alam. Bencana di Indonesia 2000-2019, banjir hamper 10 ribu kali. Lebih dari 5 ribu meninggal dan hamper 30 juta orang mengungsi. Ini jumlah pengungsi ekologis yang sangat besar dibandingkan dengan jumlah korban perang.
- Pengalaman praksis di dalam forum-forum internasional bagaimana negara-negara industri tidak pernah mau tunduk pada kesepakatan global (misalnya batas temperatrur 1,5 derajat celsius). Tetapi dalma COP 27 kesepakatan ini tidak dilakukan. Malah mengirimkan pelobi fossil sebanyak 633 orang dan memasuki forum strategis pengambilan keputusan internasional. Begitupun dalam Cop 28 kemarin di Dubai tidak ada kesepatakan batas temperature global.
- Syekh Jawadi Amuli, melalui buku ini, mengajak kita untuk meninjau kembali falsafah manusia. Selama ini telah banyak penjelasan filosofis ttg manusia: ada homo luden, homo faber, homo economicus, zoon politicon, dll. Syekh Jawadi Amuli mengajak kita untuk melihat bahwa manusia itu adalah homo ecologicus dan sekaligus homo religious. Hal ini dicirikan dengan beberapa hal: penghormatan terhadap alam, menekankan prinsip keadilan sosial, hidup sederhana (secukupnya), dan lain sebagainya.
- Politik lingkungan. Menjaga keadilan ekologis dan kelestarian lingkungan tidak hanya tugas individual, tetapi juga tugas pemerintah yang diberikan Amanah untuk mengatur urusan publik. Di dalam buku ini, Syekh Jawadi Amuli menjelaskan bahwa diantara ciri pemerintah yang benar adalah yang menempatkan keadilan ekologis dan kelestarian lingkungan sebagai prioritas utama dalam kebijakan politiknya.