Ulasan Buku Menanam Sebelum Kiamat

Beda dengan buku lain. Buku ini mengompilasi karya-karya akademik. Termasuk Richard C. Foltz. Guru besar dari Universitas Concordia. Ia sedikit di antara sarjanawan barat yang menguasai sejarah peradaban Islam. Karena itu dia tidak sepakat dengan ilmuwan lain yang menganggap Islam sebagai agama kapitalis.
Saya ingat simpulan Foltz. Negara-negara berpenduduk muslim akan kena dampak paling mengerikan akibat krisis lingkungan. Penyebabnya karena ketertinggalan negara-negara berpenduduk muslim. Dalam bidang sains. Dan inovasi keberagamaan. Negara berpenduduk muslim hanya jadi mainan kapitalis global dan domestik.
Foltz juga mengkritik pendekatan konservasi ala Amerika Utara. Banyak negara muslim punya LSM lingkungan yang dapat donor negara maju. Model yang ditawarkan sebagiannya tak cocok. Negara berpenduduk muslim umumnya padat populasi. Masalah utama mereka adalah kemiskinan dan akses politik demokratis.
Kemudian menurut Foltz ada jarak pemahaman antara LSM dan masyarakat lokal. Kebanyakan masyarakat lokal sudah mempraktikkan pola konservasi yang justru dianggap baru oleh LSM lingkungan. Itu terjadi misalnya di Mesir, Iran dan Indonesia.
Mengutip riset Nicholas C. Hopkins di Kairo. Foltz mengatakan orang Islam tak banyak bertindak dengan istilah kerusakan lingkungan. Mereka lebih bergairah dengan istilah pencemaran lingkungan.
Foltz tidak menganjurkan romantisme Islam. Menurutnya orang Islam perlu menentukan kehadirannya dengan cara hidup baru. Tidak semua cara itu terang benderang ada dalam tradisi muslim. Karena teknologi terus berubah. Begitu pula dengan ekonomi global.
Selain Foltz. Ada Husein Heriyanto dengan uji coba perspektif realisme Islam. Menurut Heriyanto kampanye penyelamatan lingkungan harus memayungi aspek spiritual dan sosial sekaligus. Beda dengan di Barat. Orang bisa serta merta memisahkan urusan sains, sosial dan spiritual. Di Indonesia tidak begitu. Tindakan apapun harus berkaitan dengan motivasi menjadi pribadi yang saleh.
Perspektif realisme Islam bagus. Tapi saya menduga Heriyanto kurang berhasil merumuskannya. Utamanya kalau dia bermaksud membuat tradisi filsafat realisme dalam Islam. Cuma uji coba Heriyanto ini sungguhlah menantang. Saya belum melihat ada penulis lain di bidang lingkungan muslim yang mencoba pendekatan Heriyanto.
Banyak nama masyhur di buku ini. Sayangnya semuanya adalah laki-laki. Perspektif perempuan belum muncul. Baik sebagai perwakilan penulis. Atau suatu studi kasus yang dibahas.
Ini buku yang mengubah cara pandang saya. Utamanya tentang apa itu Islam. Singkatnya apa itu agama. Cara saya menemukan Islam justru dari posisi berdiri sebagai manusia pada ambang kepunahan keenam.
Dari posisi ini pula saya mengerti satu hal. Agama adalah rumusan etika tentang hubungan manusia dengan jagat raya. Satu-satunya kebenaran yang kita butuhkan dalam rumusan agama seperti itu adalah kontribusi kita sebagai manusia. Merusak atau memperbaiki.
Respon:
Parid Ridwan;
Terlepas dari kekuranganya seperti yang disebutkan oleh Mas Fauzan Anwar Sandiah, buku ini sangat penting karena berhasil membuka cakrawala bagi masyarakat Muslim Indonesia, khususnya mengenai diskursus Islam dan Lingkungan Hidup. Kita patut berterima kasih kepada Pak Fachruddin Mangunjaya yang menjadi inisiator buku ini.
Saat pertama membaca beberapa tahun lalu, saya sangat terbantu dengan uraian Pak Husain Heriyanto di dalam buku itu. Dan tulisan Pak Husain itu menarik perhatian saya. Realisme Islam menarik untuk terus dikembangkan dalam melihat persoalan lingkungan hidup.
Yuk kita buat diskusi bedah buku itu….
Darraz:
Banyak gap terjadi antara masyarskat lokal dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan juga dengan ormas-ormas keagamaan.. termasuk di dalamnya Muhammadiyah tentang menurut saya sangat-sangat telat merespon isu ini… bahkan arus mainstreamnya sangat berkemunduran dalam merespon isu lingkungan ini.. Nama Ajengan Parid Ridwanuddin harus lebih banyak lagi bergerak dan berjihad menyadarkan ormas-ormas kita ini…
David Efendi:
Muhammad Abdullah Darraz saya sepakat dengan kesimpulan kiai Darraz, adapun ormas islam telat merespon karena ‘insensitif’ terhadap isu bumi karena terlalu heavy di isu manusia dan gejala modernitasnya….
Parid Ridwan:
Ampun Kang Kiyai Muhammad Abdullah Darraz. secara umum, gerakan agama di Indonesia raletif terlambat merespon isu ini. indikator keterlambatannya dapat dilihat dari waktu atau momentum transformasinya. rata-rata ormas Islam melakukan institusionalisasinya pada tahun 2010, meski secara genealogis gagasan ekologi Islam tentu lebih jauh ke belakang.
Namun, meski demikian hal menariknya adalah Muhammadiyah sendiri sudah memproduksi banyak buku terkait ini dan telah terbukti berhasil melakukan Jihad Konstitusi. selain itu, di tataran akar rumput sudah banyak sekolah yang mengarusutamakan kurikulum lingkungan hidup.
Tak hanya itu, di Aisyiyah skrg sudah ada Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB). saya kira ini capaian menggembirakan karena telah ada gerakan lingkungan berbasis perempuan.
PRnya memang ke depan, perlu terus didorong untuk semakin supaya semakin dekat jaraknya dengan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat di tingkat akar rumput.
begitu kira-kira Kang Kiyai Muhammad Abdullah Darraz…