TIGA JENIS KESADARAN DALAM BERKOMUNITAS

Kesadaran (consiousnes) adalah kemewahan manusia sebagai makhluk antrpogenik. Tanpa kesadaran manusia tak bisa mamaksimalkan akal budi dan akal suci. Tanpa kesadaran prima manusia cenderung menghewani ketimbang memanusiawi. Tanpa kesadaran manusia tercerabut dari nalar ilahi menjadi lebih berhasrat memusnah (homo homini lupus). Bahwa manusia adalah hewan yang berakal. Kesadaran (hati) menuntun akal budi welas asih. Dari kesadaran paripurna makhluk berakal dapat mengemban praksis al maun dan teologi suci amanah rahmatan li al alamin. Sampai di sini fungsi akal-kesadaran dapat mentransformasikan zaman jahiliyah menjadi zaman pencerahan (min al dhulumah ila nuur). Bahkan karena kesadarannya pula, manusia dijanjikan melintasi alam kebumian menuju alam cahaya terang (langitan).
Pun demikian, sebagai zoon politicoon, zoon economicon, dan zoon-zoon lainnya manusia selalu mendapati pilihan pilihan yang melibatkan kesadaran. Kesadaran menjadi manusia sosial yang berkoloni/berkomunitas memaksa pilihan sadar bagaimana memaksimalkan peran dan maslahat untuk liyan dan meminimalkan resiko negatif kehadiran kita kepada sesama baik manusia maupun non manusia.
Dari pergaulan berkomunitas saya mencoba merefleksikan kesadaran apa idealnya yang bisa melestarikan cara hidup komunitas di zaman pancaroba yang multidimensional. Ada persaingan ekonomi politik dan perebutan sumber daya alam, perang biologi dan pandemi yang kerap konspirational dipahami manusia.
Tiga kesadaran itu antara lain adalah kesadaran kritis, teknis, dan kesadaran estetis yang dapat saya jelaskan secara sangat sederhana.
Tapi ingat juga bahwa kemampuan menjelaskan secara sederhana itu ambisius karena kadang penyederhanaan kadang memberikan kebingungan dan apa yang diapresiasi hari ini adalah kerumitan walau kadang kerumitan pengetahuan tidak selalu berarti sempurna. Einstein mengingatkan dua hal: simple is perfect dan instuisi lebih tinggi derajatnya dari ilmu pengetahuan. Sebagian emosi tulisan ini lebih kelihatan sebagai imajinasi atau instituisi ketimbang hasil telaah teoritis.
Kita coba membaca wajah kesadaran dalam diri individu di tengah tubuh sosial komunitas hari hari ini di tengah dekade keserakahan dan kompetisi.
Kesadaran Kritis
Pendididik garis keras alias radikal Paulo Friere dikenal luas oleh kalangan pelajar di Indonesia sebagai nabi pendidikan kritis bagi masyarakat sipil di tengah wajah pendidikan negara yang anti kritis dan dogmatis. Wajah menggiring perbudakan dan wajah generasi bisu.
Negara mendominasi praktik pendidikan gaya bank yang mengakibatkan kerusakan tiada tara dan tak terbenahi.
Kerusakan itu pada mental korup dan hipokrit yang tak bisa direvolusi bahkan bergeming dengan jurus nawacita. Apa pasal? Korupsi dan segela ekosistem buruknya tetap merajalela. Ada gelombang samboisme yang menjadi penanda rusakparahnya moral bangsa ini. Pendidikan selama separuh usia kemerdekaan menghasilkan mental kuli, bebekisme, ekorisme dan mentalitet asal bapak senang(ABS). Penyakit ABS menjangkiti bukan hanya mentalitas pegawai tapi bisa juga melanda kaum aktifis terpelajar dan cendekiawan. Kalau Nyai Ontosoroh hidup lagi tentu kita semua bisa kena damprat tiga kali sehari.
Kesadaran kritis adalah kesadaran membebaskan belenggu, kerja menolak penundukan dan penindasan.
Agenda agenda kritis adalah agenda melawan statusque sehingga gerakan kritis itu tidak membuat kenyamanan. Itu semua diskala makro negara. Bagaimana di skala komunitas? Cara kerjanya tidak berbeda. Komunitas yang berdaya perlu punya sikap kritis dan punya nalar counter budaya karena jika tidak maka akan mengalami kekalahan lahir dan batin. Pegiat komunitas dengan Sumber daya terbatas harus menunjukkan empati dan keberpihakan pada kemanusiaan, pada alam, pada nalar sehat. Di sinilah kekuatan kritik komunitas pada aktor ekopol dominan yang kapitalistik dan eksploitatif.
Kesadaran kritis juga bermakna emansipatif: memanusiakan manusia. Kerja sadar artinya membantu sesama, peka dan peduli pada nasib derita orang lain, bersolidaritas sosial budaya dan ekonomi politik skala mikro.
Alternatif harus selalu dimunculkan jangan sampai sekumpulan manusia berakal dan sadar kelaparan. Bukankah orang terdesak kesulitan akan semakin kreatif mencari berkah dari ombak dan batu karang. Taruhlah kerja keras itu wajib dan selain itu boleh membaca mantra buya syafii maarif: aku hidup seperti ini karena belas kasihan ombak. Sabar yang pro aktif bukan menerima kekalahan dan jatuh pada pengingkaran akal dan kesadaran. Manusia adik sejak dalam pikiran selalu bertumpu pada motive of dan motive for. Itu ajaran Max Waber jika aku tak keliru.
Kesadaran Teknis
NATO alias not action talk only merupakan virus paling berbahaya bagi ketahanan komunitas. Komunitas grassroot harus mengamalkan sedikit bicara banyak kerja/aksi langsung untuk memastikan hidup layak diperjuangkan. Dapur harus ngepul bagaimana pun caranya. Yakuza bila perlu ditegakkan tidak bermental lemah dan papa inisiatif. Teknik penting karena tanpa praktik kesulitan akan makin membesar dan persoalan akan mematikan prakarsa hidup bersama dalam kreatifitas dan perubahan. Yakinlah kalau sepuluh orang semua ahli teori akan berujung pada bubarnya komunitas. Harus ada manusia manusia kenyataan yang detail berproses, peka pada tindakan, dan menjaga dapur tempat memelihara tawa dan merawat obrolan. Begitu juga menjaga rumah tetap ekologis harus ada irama juang yang istiqomah tak nyampah, militan dalam praktik dan tidak kena siluman hangat hangat tahi ayam. Kerja mempertahankan ekologi adalah sebagian besar kerja teknis. Menunda sampah menjadi sampah adalah titik kreatif untuk menuju keshalehan ekoprofetik dan daya kreatifnya akan mendatangkan dukungan dari pihak lain dan juga buah dari kerja sadar-bertranformasi.
Belajar dari RBK. Saban hari semua pegiatnya punya tanggungjawab bersama: di dapur, sumur, urus kasur, ruang kerja, kebun, berkegiatan, merumuskan ide ide liar ke dalam kegiatan bermanfaat, menerima tamu, melayani pengunjung pembaca, memastikan semua myaman tentu tak gampang tapi kalau dilatih ini adalah kesadaran teknis yang matang dan bermanfaat sepanjang hayat. Tanpa dibagi tanggungjawab semua orang berimprovisasi seperti irama musik alam hadir dalam keseimbangan. Satu sama lain tidak saling menegasikan.
Kesadaran Estetik
membagi berkah pancaindra penglihatan kita perlu memuliakan karunia penting berupa kecerdasan estetika. Otak kanan bekerja untuk memastikan yang indah akan menginpirasi kerja kreatif dan berdaya ubah jangka panjang. Semua orang setuju belajar dan membaca dalam ruang yang indah. Tuhan konon indah dah mencintai keindahan. Jiwa manusia menghargai keindahan sebagai fitrah seperti bintang alam yang selalu membagi energi hidup dan penghidupan.
Kalau boleh bertanya, Siapa di muka bumi ini yang bertanggungjawab menyajikan keindahan untuk diri kita? Orang lain? Wah kok enak di aku doang dong. Tidak adil kalau kita menuntut orang lain memanjakan indra penglihatan kita dengan hal hal seni tingkat dewa kalau kita tak pernah menyajikan apa apa. Ya tugas seniman? Tapi kita harus membayar pada dukungan dan bisa jadi komersial. Tidak semua estetika berbiaya mahal. Ada banyak cara menata instalasi rak dan buku agar indah, ada banyak contoh manfaatkan barang bekas untuk menjadi indah. Problemnya manusia tak serius belajar dan mau enaknya sendiri dengan dalih kebebasanku nomor satu. Padahal secara estetika, kemasan adalah karya seni dan bisa divisualisasi dengan gerak responsif pada sumber daya estetika di sekitar kita. Selamat mencoba dan berkarya suka suka. Selamat mengisi dekade kedua RBK dengan karya liar biasa. Sekali lagi liar yang luar biasa.