Tak Cukup Hanya Dimensi Sakral Alam, Kita Butuh Keadilan Iklim

Pada Kamis, 6 April 2023, saya diundang oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk menghadiri kuliah umum Sevim Sabriye Kalyoncu, mengenai Green Islam. Sevim adalah Direktur Eksekutif Green Muslims, sebuah organisasi lingkungan berbasis imam di Amerika Serikat. Perempuan berdarah Turki ini, pernah menyelesaikan pendidikan sarjananya di Universitas Georgetown dan masternya di Universitas Chicago (https://www.greenmuslims.org/about).
Kuliah umum di Kedutaan Besar Amerika Serikat tersebut dihadiri oleh puluhan sarjana, guru sekolah, guru pesantren, dan aktivis lingkungan yang berasal dari beragam organisasi massa Islam dan beragam organisasi lingkungan. Saya sendiri hadir ke pertemuan tersebut mewakili WALHI atau Friend of The Earth Indonesia.
Dalam pertemuan tersebut, Sevim banyak mengulas mengenai kerja-kerja lembaganya, terutama pendidikan lingkungan untuk anak-anak yang belum masuk sekolah dasar, atau bisa juga disebut pre-school environmental education. Menurut Saya, inilah yang menarik dari gerakan Sevim melalui Green Muslims-nya. Selain itu, Sevim banyak mengulas beragam program pendidikan lingkungan yang selama ini ia jalankan.
Namun, yang paling menarik dari kuliahnya adalah ia menjelaskan banyak ayat dan hadis yang menjadi dasar dari pendangan lingkungan berbasis Islam. Dari semua pemaparan ayat dan hadis, ia menyimpulkan bahwa lingkungan dalam Islam dipandang sebagai sesuatu yang sakral, karena alam alam adalah ayat kauniyah. Lalu, apakah kita harus berhenti sampai di situ?
Dalam sesi tanya jawab, saya mengajukan satu sanggahan dan pertanyaan kepada Sevim. Saya memulai sanggahan saya dengan menyatakan bahwa tujuh tahun yang lalu, saya menulis tesis dengan tema mengenai filsafat lingkungan, khususnya mengenai Teologi Lingkungan dalam Pandangan Said Nursi. Said Nursi adalah guru, ulama, dan bahkan imam spiritual bagi banyak muslim di Turki, dan negara lain, termasuk di Indonesia.
Kepada Sevim saya menyatakan, dari interpretasi Said Nursi tentang al-Qur’an dan alam, terdapat dua pandangan utama yang sangat penting, yaitu: pertama, bahwa alam memiliki dimensi sakral karena ia merupakan manifestasi Allah swt; kedua, alam memiliki dimensi keadilan, dalam arti keadilan sosial-ekologi dan terutama keadilan iklim.
Kuliah umummnya yang berdurasi lebih dari satu jam lamanya, lebih banyak mengulas dimensi sakral alam dan kerja-kerjanya di Amerika Serikat. Tetapi minus mengelaborasi dimensi keadilan yang sangat terkait dengan alam. mengapa hal ini penting diajukan? jawabannya karena ketika kita berbicara mengenai alam, saat ini kita hidup tidak dalam situasi normal.
Kita hidup dalam situasi krisis iklim yang disebabkan oleh aktivitas industri negara-negara di Utara (global north). Adapun dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat di negara-negara selatan (global south), termasuk Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Di antara dampak krisis iklim yang utama adalah krisis pangan, krisis air, kenaikan air laut yang menyebabkan desa-desa pesisir tenggelam, termasuk pulau-pulau kecil tenggelam.
Lalu saya mengajukan pertanyaan apakah Sevim mendiskusikan soal krisis iklim dan isu keadilan iklim di Amerika dalam kerja-kerjanya?
Mendengar penjelasan saya, Sevim berterima kasih karena selama ini ia hanya fokus pada dimensi kesakralan saja dalam kerja-kerjanya. Ia berterima kasih pada penejelasan saya soal dimensi keadilan yang harus diangkat dalam kampanye soal lingkungan hidup.
Sevim juga mengajak saya diskusi lebih lanjut mengenai pandangan Teologi Lingkungan Said Nursi dan isu keadilan iklim. ia tertarik dengan isu keadilan iklim karena baginya, anak-anak muda di AS hidup dalam kenyamanan dan kemewahan, sehingga tak banyak yang paham dampak krisis iklim di negara-negara selatan.
Dari Sevim saya belajar pentingnya pendidikan lingkungan untuk anak usia sebelum sekolah. Tetapi lebih dari itu, dari Sevim, saya belajar bahwa mengkampanyekan dimensi kesakralan alam itu tidak cukup bahkan naif jika tidak mengkampanyekan dimensi keadilan, khususnya keadilan iklim. Ini lah PR besar bagi para tokoh-tokoh agama maupun aktivis di Indonesia yang ingin mengkampanyekan isu lingkungan hidup.