Review film Senyap

 Review film Senyap

Zaman sekarang sangatlah mudah mengkonfirmasi apa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965. Yang terjadi pada saat itu adalah pembantaian orang-orang yang tak tahu menahu kenapa mereka diciduk dan ditembak mati. Kebanyakan di antara mereka petani atau buruh perkebunan biasa di Jawa atau di Sumatera yang ketiban ajal hanya karena mendukung program-program pro-petani.

Akhir tahun 2013, saya ketemu dengan seorang saksi sejarah peristiwa 30/1965 di Kotagede. Entah sekarang masih hidup atau sudah wafat. Untuk hidup sehari-hari ia bikin dan jualan kue Kembang Waru. Di rumahnya terpampang foto Soekarno. Dia bilang, kalau ingat 30 September 1965 rasanya sungguh ngeri. Sembarang orang yang dicap “PKI” diangkut tentara dan entah dibawa ke mana. Meski termasuk salah satu target, dia beruntung bisa lolos.

Ketika menonton film Senyap pada 2015, pikiran saya kembali ke si Pak Tua saksi sejarah 30/1965 itu. Tapi bukan semata-mata tentang kisah yang sebenarnya terjadi. Melainkan tentang peluang kita merehabilitasi sejarah politik penuh darah dan kisah manusia tanpa hak mendapatkan keadilan.

Seharusnya peluang itu ada. Karena sekarang begitu banyak bahan bacaan sejarah yang tentu jauh lebih mendalam dan serius seputar 30 September 1965. Kemewahan ini tidak ada pada generasi sebelum rezim Soeharto tumbang.

Kemarin saya tengok linimasa FB saya. Entah kenapa saya kok rada sedih melihat kawan-kawan muda bangga dengan kisah sukses penumpasan PKI. Itu pembunuhan massal, kawan. Sejarah ngak seheroik itu. Kejadian lebih kompleks. Dan butuh kesabaran untuk belajar dari apa yang sesungguhnya terjadi.

Ya, film dokumenter ini mungkin pengantar yang tepat.

Bagikan yuk

Fauzan A Sandiah