Emisi Karbon Memakan Korban

 Emisi Karbon Memakan Korban

Ilustrasi: nrdnzulfa_

Pembahasan tentang energi terbarukan di masyarakat selalu muncul saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Tetapi wacana tersebut akan surut seiring waktu ketika dampak dari kenaikan harga BBM terasa mulai terkendali. Begitu seterusnya, ibarat sebongkah kayu yang hanyut di lautan, terkadang terapung di permukaan, begitu pun tenggelam ketika digulung ombak.

Walau demikian, isu energi perlu sering dibahas. Hal ini penting dilakukan karena ancaman krisis iklim akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca semakin nyata dalam keseharian kita. Kondisi ini memaksa kita untuk terus berinovasi dan mencari solusi terbaik dalam upaya beralih dari energi kotor ke energi bersih rendah karbon.

Proses transisi ke energi bersih memang memiliki banyak tantangan baik dari segi politik, ekonomi, maupun kepentingan pribadi dan golongan. Akan tetapi mempercepat proses transisi merupakan hal yang harus dilakukan, mengingat krisis ini sudah sangat mengancam eksistensi manusia di atas planet ini.

Transisi dari energi kotor menuju energi bersih yang saat ini sering dibicarakan perlu dilakukan secara menyeluruh dan berkeadilan. Energi terbarukan, yang rendah emisi, merupakan jawaban untuk mencegah krisis iklim yang lebih buruk dalam jangka panjang.

Indonesia memiliki banyak sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, pasang surut laut, air, geothermal, dan lainnya. Masalahnya adalah penggunaan energi baru dan terbarukan di Indonesia baru mencapai 11% pada 2020 (DEN 2021). Selebihnya, sekitar 65% bersumber dari batubara. Padahal, pemerintah menargetkan sumber energi terbarukan mencapai 23% dari total konsumsi energi nasional pada 2025.

Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dan terdiri dari ribuan pulau, sangat penting bagi Indonesia untuk turut mencegah dan mengendalikan pemanasan global. Iklim yang makin panas dapat mencairkan es yang membeku di kutub utara dan selatan di bumi ini. Bila permukaan laut terus meningkat akibat mencairnya es di kutub utara dan selatan, akan berdampak pada pulau-pulau dan daerah pesisir di Indonesia bisa tenggelam.

Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDCs), Indonesia berkomitmen untuk menurunkan laju emisi sebesar 29°C dengan dana dan kemampuan sendiri dan 41°C dengan dukungan pendanaan internasional. UNFCC (2021) dalam dokumen terkait strategi jangka panjang ketahanan iklim 2050 juga menyebutkan bahwa Indonesia berupaya mencapai Net Zero Emission pada 2060 atau lebih awal.

Untuk mencapai komitmen tersebut, maka ketergantungan pada sumber energi fosil harus dikurangi. Bauran energi terbarukan harus ditingkatkan dan segera beralih pada sumber-sumber energi terbarukan.

Korban Energi Fosil

Riset terkait dampak PLTU batu bara oleh Universitas Harvard dan Greenpeace Indonesia pada 2015 lalu melaporkan bahwa batu bara adalah mesin pembunuh yang menyebabkan kematian dini sekitar 6.500 jiwa rakyat Indonesia pertahun. Angka tersebut diperkirakan akan bertambah sekitar 15.700 jiwa/tahun seiring dengan rencana pembangunan PLTU Batubara baru.

Lebih rinci, dalam laporan tersebut, dari 6.500 kematian akibat dampak batu bara, penyebab utamanya adalah stroke (2.700), penyakit jantung iskemik (2.300), penyakit paru obstruktif kronik (400), kanker paru-paru (300) serta penyakit kardiovaskular dan pernapasan lainnya (800).

Lebih lanjut, penelitian dari Harvard University, bekerja sama dengan University of Birmingham, University of Leicester dan Universitas College London, menemukan bahwa lebih dari 8 juta orang meninggal pada tahun 2018 akibat polusi bahan bakar fosil – artinya polusi udara dari bahan bakar fosil seperti batu bara dan solar bertanggung jawab atas sekitar 1 dari 5 kematian di seluruh dunia

PLTU Batubara menyebabkan masyarakat terpapar bahan beracun. Dampak kesehatan yang berat disebabkan partikel mikroskopik yang terbentuk dari emisi sulfur, nitrogen oksida dan debu. Partikel halus ini menembus ke dalam paru-paru dan aliran darah, menyebabkan berbagai masalah kesehatan bahkan berujung kematian.

Hasil dari berbagai penelitian di seluruh dunia telah memperlihatkan bahwa dampak pertambangan batu bara dan PLTU Batu bara telah menghilangkan banyak nyawa. Dengan kata lain, sebagai energi fosil yang menghasilkan emisi karbon, penggunaan batu bara sampai sejauh ini telah memakan banyak korban. Di masa depan, emisi bahan bakar fosil bahkan menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar daripada emisi dari sektor kehutanan dan peruntukan lahan.

Dosa Ekologis Energi Fosil

Energi merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Aktivitas manusia dalam rangka produksi, distribusi dan konsumsi semuanya menggunakan energi. Karenanya, penggunaannya harus dilakukan secara bijaksana agar dapat lestari dan bisa dinikmati tanpa kekurangan atau kelangkaan.

Dalam Islam, energi adalah salah satu kategori kepemilikan umum yang dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat atau diwakili oleh negara sebagai perwakilannya. Rasulullah Saw telah menganjurkan penggunaan energi di muka bumi untuk kepentingan bersama dan dikelola secara komunal, bukan untuk di monopoli dan di privatisasi.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya umat Islam berserikat dalam tiga perkara: air, api, dan padang gembalaan.” (HR Abu Dawud dan Tirmizi).

Dalam ayat di atas, sumber energi masuk dalam golongan api. Meski dapat dimanfaatkan secara langsung, namun proses pengolahan energi dari hulu ke hilir memerlukan teknologi serta dana yang sangat besar, sehingga tidak memungkinkan untuk dikelola secara mandiri oleh masyarakat.

Permasalahan kemudian lahir ketika negara yang bertanggung jawab mengolah energi (sumber daya alam) untuk kemaslahatan warganya, malah mengizinkan kekayaan energi itu dikuasai oleh pemilik modal yang notabene hanya segelintir orang. Praktek eksploitasi pun tak terhindarkan, menjarah kekayaan SDA untuk menumpuk kekayaan pun makin menjadi-jadi.

Dalam Islam, energi adalah salah satu kategori kepemilikan umum yang dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat atau diwakili oleh negara sebagai perwakilannya. Rasulullah Saw telah menganjurkan penggunaan energi di muka bumi untuk kepentingan bersama dan dikelola secara komunal, bukan untuk di monopoli dan di privatisasi.

Bukannya Rasulullah Saw telah mengingatkan dalam sabdanya “Makan dan minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah, tanpa berlebih-lebihan dan tanpa disertai rasa sombong.” (HR Abu Dawud).

Maksud hadits di atas adalah anjuran untuk menghindari perilaku berlebih-lebihan, termasuk berlebih dalam menggunakan dan mengonsumsi energi sebagai kebutuhan pokok manusia. Apalagi menguasai barang publik untuk kepentingan memperkaya diri sendiri.

Namun kenyataannya, akibat moral yang jauh dari tuntunan agama menjadikan rasa syukur malah berganti pada penyalahgunaan sumber daya alam.


*Artikel ini adalah hasil kolaborasi rumahbacakomunitas.org dan GreenFaith Indonesia. GreenFaith adalah organisasi internasional yang melibatkan pemuka agama, aktivis lingkungan dan komunitas masyarakat akar-rumput. GreenFaith saat ini telah tersebar di berbagai negara, baik di benua Amerika, Afrika, Eropa, UK, Asia dan Oseania. Melalui para aktivis dan pegiatnya yang berasal dari beragam latar belakang agama, budaya, etnis dan ideologi, GreenFaith berikhtiar memperjuangkan keadilan iklim dan transisi energi yang berkeadilan.

Bagikan yuk

Arifin Muhammad Ade

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.