Perlu Kesadaran Tingkat Dewa

 Perlu Kesadaran Tingkat Dewa

Oleh: Ha Lufi

Indonesia dalam berada dalam dua ancaman besar ditengah wabah pandemi Covid-19. Keresahan masyarakat kian hari kian menjadi sebab penularan coronavirus belum juga mampu dihentikan. Banyak data yang menunjukan jumlah pasien covid-19 bertambah setiap harinya. Ada banyak persoalan yang menghambat pemutusan penyebaran virus ini. Sehingga kerja kolektif sangat-sangat dibutuhkan.

Dalam kondisi seperti saat ini kesadaran diri semua elemen diperlukan. Bukan kesadaran politis atau ekonomis belaka, butuh kesadaran tingkat dewa yaitu kesedaran untuk menyelamatkan kehidupan dan kemanusiaan. Kita lihat dengan jelas, Penolakan demi penolakan terhadap arahan dan perintah pemerintah mulai gencar dilakukan. Langkah pemerintah untuk menolak wacana Lockdown mendapatkan perlawanan dan jawaban dari pemerintah daerah dan masyarakat di berbagai sudut pedesaan karena ingin menyelamatkan kehidupan bersama.

Terbukti dengan diberlakukannya lockdown oleh pemerintah Jayapura dan Pemkot Tegal. Tindakan lockdown juga dilakukan oleh masyarakat sekalipun tanpa ada arahan dari pemerintah setempat. Ini nampak terjadi di beberap daerah, kelurahan, desa, Rukun warga dan rukun tetangga di Yogyakarta.

Tindakan ini bertujuan untuk memotong rantai penularan Coronavirus dan juga bentuk ketidakpercayaan masyarkat terhadap pemerintah sebab pemerintah (pusat dan daerah) sangat lamban untuk bertindak untuk menutup akses keluar masuknya masyarakat. Akhirnya masyarakat bebas bepergian dan juga pulang kampung. Dari beberapa media menginformasikan jika orang-orang telah meninggalkan Jakarta dan kembali kedesa mereka.

Padahal dari data yang dikeluarkan beberapa lembaga bahwa ibu kota merupakan wilayah terbesar kasus covid-19 ini. Bukan tidak mungkin orang-orang yang pulang kampung ini sudah terinfeksi virus covid-19 sehingga akan menambah jumlah pasien yang terinfeksi kelak. Sebut saja Jawa Tengah dan Yogyakarta yang beberapa hari ini diserbu oleh orang yang pulang kampung.

Lambatnya gerakan dan keputusan pemerintah masih bisa kita jumpai. Jika daerah (kelurahan, desa, RW dan RT) sudah ditutup maka tidak sama dengan pusat publik lainnya seperti pusat perbenlanjaan. Secara tidak langsung apa yang dilakukan masyarakat hanyalah langkah yang tidak terlalu efektif sebab masih masih banyak aktifitas diluar sana yang dilakukan oleh masyarakat. Masih berjualan, memulung, memjadi driver dan sebagainya.

Secara tidak langsung social distancing dan physical diatancing tetap saja tidak berlaku. Bayangkan saja, jika keluarga dirumah dianjurkan untuk cukup beraktifitas dalam rumah sementara orang tua harus keluar untuk bekerja dengan dalih kebutugan hidup, malah akan menimbulkan bencana kelak. Hal ini akan menambah beban kerja petugas kesehatan. Mereka juga rentan untuk mendapatkan penyakit ini sebab merekalah yang sering bersentuhan dengan pasien.

Dijaminkah yang bekerja diluar itu tetap akan bersih dari virus ini jika ia pulang ke rumah? Pertanyaannya kemudian, siapa yang akan memberi kami makan jika kami tidak kerja?

Dengan kamu bekerja diluar sana itu tidak akan memutuskan rantai penyebaran malah akan menambah jumlahnya. Dalam kondisi seperti ini, kesadaran semua elemen diperlukan. Pemerintah dengan kewenangan dan kekuatannya berperan besar melalui kebijakan-kebijakannya untuk membantu masyarakat. Kaum pemodal dan kekayaan yang begitu banyak sudah sepatutnya juga membantu masyarakat. Masyarakat dengan keterbatasannya perlu menahan diri sejenak.

Jika kita berkaca pada apa yang dilakukan oleh pemerintah Cina ketika virus ini melanda Wuhan, itu sangat jelas dan konkrit langkah yang diambil oleh pemerintah Cina. Yakni melakukan Lockdowm untuk daerah Wuhan sehingga penyebarannya bisa ditekan.

Indonesia tidak, alih-alih mencegah malah menimbulkan keresahan dan ketakutan masyarakat. Tidak melakukan lock down namun malah menganggap remeh wabah ini. Dengan asumsi jika lockdown dilakukan ekonomi akan hancur. Lantas kalau ingin menjaga pertumbuhan ekonomi terus maju siapa yang akan menikmati sementara wabah semakin menyebar, masyarakat sudah saki-sakitan.

Dalih pertumbuhan untuk mensejahterahkan masyarakat malah hanya akan membunuh masyakarat. Kesemalatan masyarakat seolah menjadi hal tidak berarti oleh pemerintah. Saya teringat beberapa hari yang lalu, ketika orang-orang China mendarat di Bandara Haluoleo, Kendari. Hal ini sempat viral dimedia sosial dan sempat menimbulkan polemik dan kecemasan disana. Masyarakat resah atas kehadiran mereka di bumi anoa. Ini menunjukan bahwa pemerintah saat ini lebih memprioritaskan persoalan ekonomi ketimbang keselamatan masyarakat. Bukan tidak mungkin jika langkah yang lambat ini tidak dilakukan percepatan dengan upaya-upaya mencegah (lockdown) maka ini aka mempercepat jumlah kasus.

Benarlah analisis yang dimuat oleh The Jakarta Post beberapa waktu lalu. Indonesia akan menjadi Italinya Asia Tenggara dengan kondisi yang sperti ini. Terbukti dengan data yang dikeluarkan oleh WHO pertanggal 24 Maret silam. Memang Indonesia menempati posisi kedua terbanyak di Asia Tenggara. Namun korban meninggal akibat Covid-19 menunjukan bahwa Indonesia merupakan Negara terbesar kasus kematian akibat penyakit ini dinatara negara-negara Asia tenggara lainnya berdasarkan sumber WHO.

Mobilisasi pulang kampung ini tidak hanya terjadi di pulau jawa namun juga diluar jawa. Sulawesi Tenggara salah satunya. Pasca diumumkannya tiga orang pasien yang positif covid-19, secara spontan pemkot Kendari memutuskan untuk menghimbau agar tidak ada aktifitas publik (berkumpul).

Langkah cepat juga dilakukan Rektor Universitas Halu oleo dengan mengeluarkan surat edaran agar aktifitas belajar mengajar dikampus dihentikan dan digantikan dengan kuliah daring dan larangan untuk pulang kampung. Hal ini malah berkebalikan, secera berbondong-bondong para mahasiswa memutuskan untuk mudik ke daerah dan kampung halaman mereka.

Hal ini sangat disayangkan dan dikhawatirkan jika yang pulang kampung ini malah membawa petaka disana. Dengan tujuan menghindari penularan Covid-19 ini malah sebaliknya mereka justru menjadi sumber utama penyebaran covid-19 ini dikampung. Sehingga tidak mengherankan bagi saya jika peningkatan ODP (Orang Dalam Pengawasan) di Sulaweis Tenggara meningkat secara drastis dari hari ke hari.

Pulang kampung ini akan terus berlanjut jika pemerintah tidak mengambil langkah cepat dengan penuh kesadaran strategis. Sebab kita juga menghadapi moment besar bagi umat islam yakni Ramadha dan Idul Fitri. Dan juga jika masyarakat tidak menumbuhkan rasa kesadaran mereka untuk mencegah wabah pandemi ini.

Sehingga dalam kondisi seperti ini dibutuhkan kerjasama dan sinergi semua pihak. Untuk bisa memutus rantai penyebaran coronavirus ini. Jika tidak kehancuran didepan mata siap melanda. Kehancuran dalam aspek ekonomi dan juga kehancura pada masyarakat.

Bagikan yuk

La Halufi