Percakapan-percakapan getir

I
Percakapan-percakapan getir
.
.
Yang maha getir bukan kematian
Lalu apa?
Ketakpahamanmu akan hakikat mati
Apa mati menurutmu?
Seperti kau tak pernah dilahirkan
Dan kau tak pernah menatap tikus sebagai tikus binatang pemakan kertas dalam rak rak bukumu
Lalu apa lagi?
Kau akan rasakan dan tak punya waktu untuk membagi rasa itu
Apa nasehatmu?
Kau harus siap mati di saat kamu paling tidak siap menerimanya
2021
II
lewat tengah malam
Dan rasa getir tak pernah padam
Aku belum mati
Tapi aroma kematian terus mengetuk di balik ponselku
diam-diam Aku rindu perjumpaan
Tapi bukan mati dalam kegetiran. Ah manusia….getir lan khawatir
III
Bedebah…
Ini malam sungguh jahanam
Tak ada kabar baik
Buruk menyeruak sampai tulang yang sudah lelah menyanggah
.
.
Shaf panjang dan terus memanjang
Seperti antrian tak pasti
Gelisah dan isi kepala ratusan juta orang itu: kegetiran yang lebih besar dari bayangannya.
.
Orang orang kampung bertanya: ada gawean kah di kota? Di sana? Apa saja mau. Sudah tak mampu bertahan.
Tetangga rumah pun demikian.
Getir dalam dan luar
Terang dan tersembunyi
.
.
Dan kau sibuk mewarnai udara
Dan kau peduli pada ukiran dalam air di sungai.
“Malam bedebah
Malam jahanam”
Umpat kepala.kepala yang sedang getir.