Pengalaman Pegiat RBK Nyantri Ekologis di Garut

 Pengalaman Pegiat RBK Nyantri Ekologis di Garut

Setelah sampai di lokasi JAMBORE KEBANGSAAN Pesantren Ekologi Ath-Thaariq. Duduk seorang diri di bawa pohon terdiam dan terpaku merasa kedinginan yang membuat tubuhnya bergetar, rasanya seperti di kelilingi oleh SALJU PUTIH SUCI yang pernah ia lihat di TV. Ia baru pertama kali merasakan kedinginan yang di selimuti oleh persaudaraan dalam keragaman. Matanya memandang banyak orang lalung lalang di depannya dan tidak ada satu orang pun yang ia kenal. Mulai berdatangan orang-orang dengan membawa keramahan dan kedamaian dalam jiwanya membuat ia merasa bersyukur.

Ia adalah La Ode Alimin seorang pemuda yang berasal dari Pulau Buru dengan gaya bicaranya mengunakan logat ala-ala ketimuran, hingga orang-orang diluar sana selalu berkata padanya bahwa “SUMBER AIR SO DEKAT” sambil tertawa membawa senyum perkenalan. Hal ini menjadi ciri khas setiap orang yang pertama kali mengenalnya, bagi saya sudah biasa mendengarkan perkataan tersebut.

Mata saya mulai memandang dari kejahuan terlihat nampak ada sekelompok pemuda pemudi berbaju hitam berlengan panjang yang solidaritas nya tinggi membawa jiwa kebersamaan kekal abadi. Solidaritas mereka membuat saya merasa kagum, dalam hati ini ingin mendekati dan bertanya kepada mereka dari mana solidaritas yang mereka dapatkan?. Perlahan-lahan saya mulai mendekati perkumpulannya terlihat secara dekat di belakang baju hitamnya tertulis ALAM JABAR.

Tulisan tersebut menjadi asing dalam pikiran ini dan saya baru melihatnya, hati saya mulai gelisa ingin mengetahuinya lebih jelas lagi tentang mereka hingga saya berfikir apakah mereka yang berbaju hitam itu adalah orang-orang pecinta alam? Soalnya ada tulisan alamnya, muncul berbagai pertanyaan di atas kepala saya apakah mereka sering naik ke puncak gunung?. Saya mulai mencoba mendekati seseorang yang berbaju hitam berlengan panjang dengan tulisan ALAM JABAR berwana kuning emas untuk menanyakan berbagai pertanyaan yang timbul di atas kepala saya agar orang tersebut bisa menjawabnya.

Tanda tanya yang ada di atas kepala saya sudah terjawab setelah mengetahui ALAM JABAR secara singkat membuat saya ingin mengetahuinya lebih jelas lagi. Hal ini membuat saya memutuskan untuk saya berangkat ke Bandung bersama mereka agar saya bisa mengetahui secara dalam tentang perkumpulan mereka. Saya ingin naik mobil angkutan umum bersama mereka, harapan dalam keinginan ini mulai hancur ketika melihat angkutanya mulai penuh, saya pun berfikir bahwa saya tidak bisa lanjut melakukan perjanan bersama mereka. Tetapi berkat niat saya yang baik Allah mengijinkan saya untuk bersama mereka menuju ke Bandung dengan mengunakan angkut berwarna kuning sebagai warna favorit saya.

Hati, jiwa dan pikiran ini terasa sejuk mendengarkan bacaan hafalan ayat-ayat Al-Quran yang mereka bacakan sepanjang perjalanan dari Garut menuju Bandung. Membuat saya berasa dalam pesantren dalam angkut selama 1 jam lebih, seperti yang ingin saya rasakan hidup bersama anak-anak di pesantren. Saya pun mulai mengikuti perlahan-lahan apa yang mereka bacakan dengan irama yang menyejukkan hati membuat saya menjadi yakin dalam pergerakan mereka yang tulus dan mulia. Seperti yang mereka sering ucapkan bersama-sama ketika mereka berfoto-foto ataupun berkumpul bersama mereka berkata bersuara lantang “HIDUP MULIA LAYAK TERHORMAT”.

Setelah sampai di tempat tujuan kami pun turun dari angkutan antara perbatasan asrama putra dan asrama putri jaraknya kurang lebih 500 meter, dari sini saya melihat rasa keadilan yang tertanam pada diri mereka sangat kuat. Setibanya di asrama putra tidak berselang 5 menit muncul satu forum kecil untuk kita berdiskusi terkait dengan kondisi Politik yang berada di Provinsi Jawa Barat. Saya temukan ide-ide kreatif yang muncul dari mulut pemuda-pemuda yang menginginkan kemajuan daerahnya. Mereka membuat terobosan kecil yang berdampak besar pada masyarakat desa melalui program Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) yang di kelolah dengan baik maupun bijak berdasarkan Undang-Undang tentang Desa tahun 2016.

Diskusi singkat itu terhenti sejenak ketika makanan telah masak. Terlihat satu tempat makanan besar di kelilingi oleh orang-orang hebat yang berisi nasi bercampuran telur dan mie goreng menghidupkan jiwa kebersamaan di antara kita, makanan yang sederhana ini menjadi saksi dan bukti bahwa mereka adalah saudara-saudara saya. Jiwa kebersamaan yang kekal tertanam pada diri mereka membuat hati saya bergetar sama seperti rasa dingin yang perna saya rasakan waktu di tempat Jambore dan diri saya di selimuti salju putih suci itu adalah ALAM JABAR. Setelah selesai makan kami lanjutkan diskusi lagi hingga larut malam, rasa hargai dan hormat mereka kepada saya nampak terlihat ada kecemasan pada wajah mereka Untuk saya segera beristirahat menuju ke tempat tidur.

Adzan subuh mulai terdengar saya pun terbangun, hingga langkah kaki saya mulai menuju ke Masjid yang berada di depan asrama ALAM JABAR. Setelah selesai sholat saya pun duduk di kamar dan saya melihat terbangun sosok seorang pemuda yang sangat langka ketika saya temui di Negeri ini, ide-ide pemikirannya mengalir dalam diskusi hangat terhadap keadaan Bangsa ini. Pertemuan dua pemuda besar secara tidak sengaja dari perbedaan latar belakang identitas kebudayaannya menjadi satu pemikiran untuk kemajuan Bangsanya yaitu Indonesia. Diskusi pada pagi hari itu berlangsung 2 jam lamanya, terasa hangat bagiku ketika ucapan tulus yang keluar dari sosok seorang Ketua ALAM JABAR membakar api semangat Nasionalis saya sampai mewujudkan rasa Kebangsaan yang Beragam menjadi pupuk untuk saya menumbuhkan rasa Kecintaan pada Bangsa ini.

Dalam diskusi sempat saya bahas terkait dengan Pendidikan kebetulan saya sendiri sebagai PENGGERAK LITERASI di Rumah Baca Komunitas (RBK) Yogyakarta dan Rumah Belajar Komunitas (RBK) Pulau Buru. Gerakan tersebut menjadi salah satu langkah untuk Mencerdaskan Anak-anak Bangsa. Seperti yang di amanahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke empat MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA. Saya perna menjalankan TOUR LITERASI di Pulau Buru sampai berbagai Pulau-Pulau yang ada di Provinsi Maluku, hingga lanjut perjalanan ke Sulawesi Tenggara menuju Pulau Kalimantan yaitu Balikpapan, Tarakan sampai Nunukan Kalimantan Utara di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia hingga saya lanjut perjalanan menuju Pulau Jawa tepatnya Yogyakarta. Tujuan saya pada Tour Literasi adalah menyebarkan VIRUS LITERASI sampai pelosok-pelosok Nusantara. Karena maju dan mundurnya suatu Bangsa tergantung pada Sumber Daya Manusianya.

Muncul kesedihan dalam hati ketika Ketua ALAM JABAR mempertemukan saya bersama teman seperjuangan saya di waktu kami masih duduk di bangku sekolah SMP, tidak terasa 10 tahun lamanya kita berpisah dan di pertemuan di Kota Bandung oleh pemuda hebat yang baru kami kenal. Kami pun janjian untuk bertemu di salah satu Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.

setelah tiba di kampus saya menuju ke kanting yang sangat ramai seperti orang-orang di pasar. Mahasiswa pada umumnya mereka katakan kanting biru. Di dalam kanting Saya temukan sosok kaka beradik di salah satu kanting yang berjualan berbagai jenis kopi dengan gorengan. Hati batin ini terpukul ketika melihat semangat dan kekompakan kaka beradik melayani para pembeli. Kurang lebih empat tahun lamanya mereka melakukan usaha secara mandiri tanpa mengharapkan kiriman dari orang tua. Hal ini menjadi pukulan moril kepada kami mahasiswa lain yang masih mengharapkan kiriman dari orang tua. Terlihat dengan kesederhanaan mereka berdua sampai keramahan mereka membuatku bangga terhadap kaka beradik ini sebagai sosok yang perlu di contohi oleh banyak orang. Mereka berjualan di kanting saling bergantian jika adiknya kuliah maka kakanya yang berjualan dan begitu sebaliknya. Sempat saya tanyakan pada kakanya apakah kamu tidak merasakan malu jika dilihat sama teman-teman kuliah kalau kamu jualan di kanting. Jawabnya sederhana saya bisa kuliah dan bergabung Sama-sama teman di kelas karena saya jualan di kanting. Sangat sedih jiwa saya mendengat kalimat yang dia sampaikan, betapa bangga orang tuanya terhadap anak-anaknya yang hidup mandiri. saya pesan kopi dingin agar hati saya terasa dingin. Duduk bersama beberapa mahasiswa kami pun berdiakusi terkait permasalahan pencemaran lingkungan yang terjadi di Indonesia, dalam diskusi mengalirkan jiwa semangat mahasiswa untuk perubahan. Saya sempat menyatakan bahwa kami sebagai pemuda jangat terlalu banyak kita berbicara tentang masalah, masalah, dan masalah, Tapi kita harus berbicara Solusi “JIKA PEMUDA BUKAN BAGIAN DARI SOLUSI MAKA PEMUDA ADALAH BAGIAN DARI MASALAH”.

Tidak terasa ada satu sosok pemuda ia seorang mahasiswa semester tiga pada Jurusan Hukum yang berjiwa bisnis melakukan roda perekonomian keluarga. Ia berjualan kerupuk yang dibuat oleh orang tuanya dan ia sebagai penjual untuk menitipkan jualannya ke beberapa warung yang sudah ia titipkan. Obrolan bisnis mulai mengalir dan saya berikan ide-ide kreatif yang perna saya dapatkan membuat ia semakin semangat untuk jalankan bisnisnya. Saya sangat apresiasi kepada semangat mereka untuk berbisnis dari hal yang kecil ini, sangat jarang saya temukan mahasiswa seperti ini. Saya pun perna mengalami hal yang sama seperti mereka dalam hal berbisni. Sempat saya katakan buat mereka bahwa “JANGAN MALU TERLIHAT MISKIN, TAPI MALULAH KETIKA BERPURA-PURA KAYA”.

Diskusi masih berjalan sambil saya menunggu teman saya yang dari Pulau Buru. Kami berpisa sejak tahun 2009 sampai tahun 2019 kami di pertemukan. Pertemuan kawan lama membuatku terasa seperti waktu 10 tahun yang lalu kami bermain bersama di lingkungan sekolah. Tepat pada pukul 15:05 Wib. Kami pun menuju ke asrama putra ALAM JABAR untuk saya pamit Pulang ke Yogyakarta. Terlihat sangat berat keberangkatan ini dari wajah seorang Ketua ALAM JABAR membuat saya merinding atas pesan-pesan yang beliau sampaikan kepada ku. Saya pun pamit pulang dengan hati berat untuk menetap berdiskusi sama mereka. Saya sudah berada di depan asrama untuk menuju Stasiun kereta terdengan suara panggilan jiwa kepada saya bahwa ketua panggil sebentar saya pun bergegas cepat untuk menemui ketua, beliau berikan saya dengan baju hitam lengan panjang yang bertuliskan ALAM JABAR dengan warna kuning emas yang perna saya lihat pada awal pertemuan kita. Baju yang beliau titipkan kepada saya sangat berat rasanya, saya merasa tidak layak memakainya karena saya tidak sama seperti mereka yang tulus dalam berjuang seperti “SALJU PUTIH SUCI” yang saya kenal mereka. Saya banyak belajar tentang mereka membuat saya tidak ada artinya dalam perjuangan saya melainkan perjuangan yang mereka lakukan sejak lahirnya ALAM JABAR 4 tahun yang lalu.
Saya akan selalu mengunakan baju hitam berlengan panjang itu agar saya bisa seperti mereka Salju putih Suci yang saya rasakan adalah ALAM JABAR.

Saya belum bisa berikan apa-apa untuk ALAM JABAR karena saya belum terlihat seperti mereka SALJU PUTIH SUCI, tapi saya yakin kedepan atas izin ALLAH dengan niat saya yang baik bisa menjadi SALJU PUTIH SUCI. Saya abadikan kisah ini untuk anak-anak cucu Bangsa kedepan. Dengan lewat tulisan yang saya buat dalam Kereta perjalanan selama 8 jam menjadi saksi dan bukti perjalanan seorang pemuda Pulau Buru perna bersama ALAM JABAR. Sampai Berjumpa di Lain waktu. Kita masih tetap sama-sama berda di bawa langit Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bandung-Yogyakarta, 16 September 2019.

*Santri Pesantren Ekologi, Pegiat Rumah Baca Komunitas

Bagikan yuk

La Ode Alimin