Merawat Obrolan Tentang Kekerasan dan Identitas

 Merawat Obrolan Tentang Kekerasan dan Identitas

Oleh: Halufi, Pegiat Rumah Baca Komunitas, Tinggal di Jakarta

Identitas merupakan suatu tanda atau pengenal yang menggambarkan seseorang akan eksistensi, keberadaan, preferensi, wilayah dan hal lain yang menunjukan secara jelas kondisi orang tersebut. Namun pengelompokan berdasarkan identitas memperoleh perhatian besar karena identitas tersebut hampir meniadakan atau mengabaikan identitas lainnya. Seperti, pengelompokan berdasarkan agama yang dengan jelas banyak memberikan perlakukan yang berbeda terhadap identitas lainnya yang melekan pada dirinya. Identitas ini secara implisit menempatkan manusia yang secara tetap dan pasti dalam deratan pengkotak-kotakan tunggal nan kaku. 

Memperbincangkan atau mempercakapkan perihal identitas adalah seperti kita manusia mempercakapkan kehidupan yang sedang dan akan kita jalani dengan segala sikap sinisme sekaligus politik harapan akan keberadaan kita di tengah semesta kehidupan. Banyak hal yang menjadi halangan untuk kehidupan damai, sebaliknya untuk berkonflik akan lebih banyak alasan datang saban waktu. Inilah kegunaan kita merawat obrolan dalam perang dan damai.

Dunia dan alam semesta yang secara tiba-tiba dipahami sebagai kumpulan manusia melainkan sebagai federai agama-agama dan peradaban, sehingga hal ini mendorong merebaknya aliasi dikalangan manusia yang berbeda-beda yang dapat menyebabkan benturan dan daya saing antara manusia yang dilatarbelakangi oleh agama dan menimbulkan konflik dan pertikaian horinzontal. Kondisi ini banyak disuguhkan dalam kehidupan hari-hari ini yang dapat dijumpai layar televisi atau media-media lain seperti media sosial dan sebgainya.

Amartiya Sen menggaris bawahi suatu pandangan Hutintong terkait “benturan antar peradaban” dengan menyematkan suatu wilayah sebagai suatu identitas tertentu yang menyeluruh melekat pada manusia yang berada pada wilayah tersebut, misalnya India sebagai peradaban Hindu, yang mana penyematan ini berdampak atau bertentanga dengan fakta yang ada bahwa India memiliki penduduk muslim terbesar dibandingkan dengan negara lainnya kecuali Indonesia. Peradaban India kontemporer dimana peranan warganya yang muslim memiliki peranan besar dalam peredaban, Sejarah dan perkembangan India dalam aspek budaya, karya seni, sastra, musik, film dan sebagainya yang tidak dicermati dan tidak diungkapkan secara menyeluruh oleh Hutintong. Seperti halnya Musisi muslim, aktris muslim dengan karakter tersendiri yang menambah sentuhan seni dan budaya India, namun kehadiran elemen muslim dalam seni dan budaya India terkesan menambah kredibilitas palsu atas distorsi sejarah dan manipulasi realita masa kini yang dimanfaatkan oleh kelompok tertentu seperti politisi sektaria hindu dalam upaya menobatkan dan mengukuhkan pandangan bahwa India merupakan “Peradaban Hindu”. Namun faktanya elemen muslim India memiliki kontribusi dalam sejarahnya.

Selain itu, demokrasi yang juga sebagai identitas lain yang kerap disematkan dan menjadi ciri khas negara barat dan asing bagi beberapa negara non-barat, sebab demokrasi kerap digunakan dan dilekatkan pada negara Barat yang identik dengan “pemungutan suara” yang pada dasarnya, demokrasi memiliki akar sejarah dari Yunani yang khas Barat (Eropa). Pemerintahan elektoral Yunani tidak berdampak atau tidak diadopsi dan dikembangkan langsung wilayah dan negara lain lain seperti Yunani bagian Barat dan Romawi yang meliputi Prancis, Jerman dan Inggris. Namun, sejatinya ada minat dan ketertarikan yang lebih besar dalam interaksi Yunani terhadap negara yang berada di Asia seperti Iran, India dan Mesir Kuno dalam mengadopsi elemen-elemen demokrasi dalam system pemerintahan negara-negara tersebut.

Identitas berupa pengetahuan dan sains yang diidentikan dengan Eropa dan Amerika sebagai peradaban barat dan mengkultuskan Eropa dan Amerika sebagai pionir ilmu pengetahuan dan sains dan juga sebagai identitas bagi Eropa dan Amerika. Namun, terdapat relasi dan mata rantai yang menghubungkan antara matematika dan sains barat dengan sejarah praktisi yang bukan orang barat, diantaranya adalah Al-Khawarizmi yang merupakan ilmuwan Muslim yang memperkenalkan metode aljabar dan angka nol yang menjadi dasar sistem komputasi modern dan juga system desimal yang berkembang di India pada awal abad milenium pertama dan masuk di Eropa akhir milenium pertama yang dikembangkan oleh orang Arab.

Demikian halnya dengan jazirah arab sebagai peradaban Islam yang penganutnya disebut muslim dan menjadi satu identitas tunggal yang disematkan dunia bagi penganut agama islam. Identitas ini mengokatakan muslim pada satu identitas dan mendapatkan konotasi yang kurang baik di dunia barat, padahal manusia terlepas dari iman dan keparcayaan akan tuhan yang berbeda dengan satu dan lainnya juga tersemat identitas lain pada dirinya seperti mereka juga merupakan dari masyarakat bumi, masyarakat suatu negara, memiliki preferensi politik, musik, olahraga dan sebagainya, sehingga suatu keyakinan tidak dapat dengan mutlak disematkan sebagai identitas tunggal nan kaku. Lebih dari pada itu, variasi dan gaya hidup muslim berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Identitas ini juga umum diasosiasikan dengan kelompok kekerasan dan teroris yang banyak dijumpai dan terjadi dibeberapa wilayah atau negara. Jika mendalami lebih jauh dan menyeluruh, tidak ada satu ajaran dalam semua keyakinan mengajarkan kekerasan dan terorisme, yang ada hanya ajaran kebaikan dan cinta kasih antar sesame. Kelompok anarkisme dan terorisme sebenarnya memiliki misi lain yang berbeda dengan syarit islam dan sangat bertentangan jauh dengan prinsip-prinsip dan ideologi islam itu sendiri.

Identitas manusia memiliki jumlah yang banyak dan kompleks yang tidak hanya terbantas dan dibentuk satu jenis identitas, sehingga pandangan yang menyederhanakan identitas manusia hanya pada satu kategori tunggal dan kaku, seperti agama atau peradaban, merupakan hal keliru. Pengelompokan satu jenis identitas dan mengabaikan identitas lain yang melekat pada manusia dapat memicu konflik serta kekerasan. Teori “benturan peradaban” dengan menunjukkan bahwa individu memiliki berbagai identitas, seperti kebangsaan, preferensi politik dan minat, yang hidup berdampingan dan menyematkan hanya satu identitas, Muslim atau Barat, adalah reduktif dan tidak mencerminkan realitas. Keterlibatan dan kontribusi beragam kelompok manusia dalam membentuk sejarah umat manusia, sejarah sains, demokrasi, dan budaya, adalah hasil interaksi antarwilayah dan bukan monopoli satu peradaban tertentu. Di sisi lain, mengasosiasikan satu identitas, seperti Islam, dengan kekerasan dan terorisme adalah sebuah keliru yang mana agenda politik atau ideologi tertentu, bukan oleh ajaran agama tertentu menjadi faktor utama yang mendorong hal tersebut dilakukan.

Buku: Kekerasan dan Identitas

Karya: Amartya Sen

Penerbit: Marjin Kiri

Bagikan yuk

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *