Corona Akibat Ulah Manusia

Membayangkan kehidupan yang damai, adil dan sejahtera mungkin hanya ada dalam dunia khayalan ataupun dongeng. Kehidupan yang berimbang. Setiap warga masyarakatnya sejahtera dan kebutuhan hidupnya terpenuhi. Kebutuhan sandang, pangan dan papan yang bukan menjadi soal utama. Tidak ada kelas social antara si kaya dan si miskin. Alam yang bersahabat. Juga tidak ada kekhawatiran akan kesehatan masyarakatnya.
Sangat susah dan mustahil untuk mewujudkan kehidupan yang demikian. Sejak manusia pertama (Adam dan Hawa) dimuka bumi ada sampai saat ini, selalu ada bencana yang menerpa kehidupan manusia. Berbagai macam persoalan selalu menghampiri manusia. Semua aspek kehidupan manusia tidak pernah luput dari persoalan. Mulai dari persoalan ekonomi, rumah tangga, pendidikan, pekerjaan, kekeran, dan sebagainya.
Karena telah terbiasa dengan persoalan kehidupan tersebut, manusia seolah telah terlalih dengan kemampuan yang bisa mengatasinya. Sehingga semua biasa-biasa saja tanpa ada kekhawatiran dan ketakutan.
Keresahan manusia bumi saat ini mencapai pada batas yang mereka mampu hadapi. Hadirnya Coronavirus atau Covid-19 seolah menjadi momok yang menakutkan. Desember 2019, Virus ini ditemukan pertama kali di Wuhan, China. Saat ini telah menyebar diseluruh Negara ada dipenjuru bumi. Dari data yang dihimpun WHO (World Health Organization) per 31 Maret menunjukan 750.890 kasus Covid-19 dengan jumlah korban meninggal sebesar 36.405 jiwa.
Virus ini bisa menyerang siapa saja. Semua golongan umur dan usia menjadi korban keganasan virus ini. Muda, Tua, Wanita, Pria, kaya, miskin tidak luput untuk jadi korban keganasannya. Negara miskin, berkembang dan maju pun menjadi wilayah penyebarannya selama itu masih dibumi. Penyebarannya yang tak mampu dideteksi menjadikan hal yang sangat sukar untuk dapat ditanggulangi sedini mumgkin. Bahkan penyembuhannya pun jika sudah terinfeksi agak susah terlebih lagi lansi dan balita.
Pandemic ini menjadi pemberitaan hangat. Lingkungan social masyarakat jadi perbincangan dan media (cetak, elektronik dan digital) tidak lepas dalam pemberitaannya. Dilingkungan masyarakat banyak diberlakukan cara untuk memotong penyebaran virus ini. Lock Down merupakan sebuah cara yang ditempuh oleh beberapa Negara untuk memetong penyebarannya. China, Negara-negara eropa dan beberapa Negara lain menempuh cara ini.
Terkecuali di Indonesia, langkah Lock Down sudah ditegaskan bahwa jalan itu tidak akn ditemuh pemerintah. Dengan berbagai pertimbangan yang salah satunya ialah persoalan ekonomi. Yang jika ini ditempuh maka akan membahayakan ekonomi Indonesia. Namun dalam skala kecil, Lock Down diberlakukan dibeberapa wilayah di Indonesia ditingkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW).
Social Distancing dan Physical Distancing menjadi beberpa cara yang ditempuh dalam lingkup masyarakat. Tak terkecuali di Indonesia, ditambah lagi dengan Perpu dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ya, tujuannya untuk menghentikan penyebaran virus ini. Namun perpu ini menuai pro-kontra ditengah masyarakat. Saya tidak akan membahas persoalan perpu ini sebab saya tidak memahami konten dari perpu tersebut.
Corona Ulah Manusia
Banyak yang meyakini dan menulis di media bahwa Coronavirus ini berasal dari alam. Karena virus ini kehilangan inangnya maka ia pun menyerang manusia dan menjadikannya sebagai inagnya.
Kalaupun ini benar adanya maka bukan tidak mungkin dikemudia hari akan ada lagi wabah seperti ini atau bahkan melebihi covid-19. Sebab manusia (oligarki) dan negara akan mengupayakan untuk membangun dan mengerus, merusak dan merusak alam dengan dalih kesejahteraan masyarakat.
Saya teringat sebuah buku yang ditulis oleh mantan banker Amerika Serikat, John Perkins, Membongkar Kejahatan Jaringan Internasional. Ia menggambarkan keterlibatannya sebagai konsultan dalam perusahaan multinasional dalam melakukan lobi-lobi kepada pejabar negara untuk memuluskan suatu proyek atau tender. Ia juga menjelaskan bagaiamana perusahaan multinasional merusak alam dihampir semua negara dengan membangun mega proyek pembangkit listrik, perusahaan air minum di amerika latin, asia dan timur tengah. Indonesiapun ikut menjadi target.
Dan juga buku yang ditulis oleh Djonet Santoso “Administrasi Publik (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan”. Atas kesepakatan dalam forum PBB bahwa pembangunan berkelanjutan dapat dicapai pada 2030 mendatang. Dalam target tersebut bukan tidak mungkin jika negara-negara di muka bumi kaan melakukan eksplorasi hutan dan alam untuk bisa mewujudkan target tersebut. Menggerus SDA dengan dalih untuk kesajahteraan dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan prinsip No One Left behind, negara akan memaksimalkan pembangunan untuk menuju pencapaian 2030. Segala cara akan ditempuh. Salah satunya menarik investor. Terlebih lagi dala konteks Indonesia yang giat-giatnya mengenjot dan menarik investor untuk menanamkan modal mereka di Indonesia dalam berbagai bentuk. Yang pada akhirnya alam pun akan dirusak. Hutan dialihfungsikan, perkebunan rakyat digusur. Belum hilang diingatan kita bagaimana keruskan alam di Kalimatan dan beberapa daerah lain akaibat ulah perusahaan tambang.
Harusnya ada kesadaran semua lapisan pemerintah, masyarakat dan lembaga lain. Jika ini terus dilakukan tanpa kontro dan penggendalian maka kelak aka ada ancman yang lebih berbahaya lagi dari Coronavirus.
Persoalan Ekonomi
Beberapa waktu setelah penyebaran virus covid-19 ini, masalah ekonomi mulai muncul. Negara merasakan dampaknya dan juga masyarakat kecil. Beberapa saham di negara-negara yang terdampak covid-19 mengalami penurunan. Investor mulai menjual saham-saham mereka di Bursa Efek. China, Eropa, Amerika, Japan dan juga Indonesia mengalami masalah yang sama. Bahkan nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar US beberapa hari dengan menyentuh angka Rp 17.000 per 1 Dollar US.
Berbagai kebijakan dan cara dilakukan oleh pemerintah masing-masing Negara untuk menjaga perekonomian dan juga membantu perekonomian masyarakat. China, seperti yang diberitakan oleh Kompas, melakukan kebijakan dengan memberikan sejenis Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat yang berda pada wilayah yang dikarantina. Ini terima oleh pekerja disektor informal. BLT tersebut bernilai dua kali lipat dari nilai normal yang diterima sebelumnya.
Amerika, seperti yang disampaikan oleh salah seorang pemateri diskusi tadi pagi (1 April 2020) yang diselenggarakan oleh LP3ES, melakukan stimulus untuk membatu perekonomian masyarakat ditenggan masalah pandemic ini. Stimulus tersebut diberikan untuk membantu kebutuhan konsumsi masyarakat dan dan juga untuk menjadi tabungan mereka. Hal ini dilakukan karena mereka tak lagi bekerja (dirumahkan perusahaan).
Lantas bagaimana dengan Indonesia?
Apa kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah (ekonomi) ditenggah persoalan seperti ini?
Pemerintah Indonesia melalui kebijakan yang ditempuh berupaya melakukan membantu persoalan ekonomi yang dihadapi masyarakat dalam kondisi Social Distancing dan Physical Distancing. Terlebih lagi anjuran yang diberlakukan pemerintah kepada masyarakat #DirumahAja. Anjuran seperti ini mungkin akan baik bagi para masyarakat dengan capital yang besar. Dan sebaliknya akan menjadi masalah besar bagi mereka yang yang bergantung pada pendapatan harian untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Anjuran ini juga tetap saja tidak berjalan bagi masyarakat akar rumput sebab Negara tidak hari dalam upaya menyukseskan anjuran #DiRumahAja. Tidak adanya bantuan yang memeadai yang berikan untuk masyarakat selama swakarantina di rumah. Memang ada kebijakan yang dilakaukan melalui kartu sakti pemerintah. Kartu sembako. Kartu ini berisi saldo awal sebesar Rp. 150.000. karena pandemic ini, saldo tersebut ditambahkan sebesar Rp. 50.000 menjadi Rp. 200.000.
Pertanyaannya kemudian adalah dengan sejumlah uang tersebut, mampukah masyakat bertahan dan memenuhi kebutuhan mereka selama satu bulan?
Nilai ini sangat-sangat jauh dari kata cukup. Untuk setengah bulan saja ini tidak akan mencukupi, apalagi untuk satu bulan. Untuk ukuran kecil, masyarakat bisa terbantu oleh kaum filantropi atau beberapa organisasi. Namun sangat disayangkan Negara dalam kondisi seperti saat ini belum juga hadir untuk menjamin kehidupan masyarakat. Padahal masyarakat telah memenuhi kewajiban mereka dengan membayar pajak namun negara tak mampu menjamin kehidupan, keamanan dan keselamatan masyarakatnya dalam kondisi yang sulit ini.
Terbaru, Negara membagun wacana akan mengatiskan tagihan listrik masyarakat selama tiga bulan kedepan. Harapannya wacana ini bukan hanya sekedar wacana namun ada realisasi agar bisa membantu meringankan beban rakyat dalam kondisi saat ini.
Meminjam bahasa Martin Suryaja “Provinsi menjadi negara lain dan negara menjadi dunia lain, alam semesta lain,”. Hal ini tergambarkan dari aksi yang dilakukan oleh Pemda Papua dan Pemkot Tegal dengan memberlakukan Lock Down didaerah mereka masing-masing. Ini merupakan gambaran kecil bahwa mungkin kehilangan harapan dan kepercayaan kepada negara karena lambatnya langkah yang diambil. Tidak seperti apa yang dilakukan oleh pemerintah China yang seketika me-Lock Down Wuhan untuk mengurangi dan menekan penyebaran Coronavirus.
Harusnya pemerintah mengunci akses keluar-masuk daerah yang pertama kali ditemukannya kasusu covid-19 di Indonesia. sehingga bisa menekan menyebarannya dan tidak seperti sekarang ini. Dengan dampak yang besar dan juga ketakutan dan kekhawatiran masyarakat makin menjadi-jadi. Pada akhirnya aksi yang sama (Lock Down) yang dilakukan masyarakat RT/RW pun tak dapat dielakkan yang ini juga merupakan bentuk ketidak percayaan terhadap negara dan Pemda yang tidak mengambil langkah cepat untuk memutus rantai penyebaran covid-19 ini.[]