Aku Mendakwa Diri Pengemis Ilmu

 Aku Mendakwa Diri Pengemis Ilmu

Cerita ini tentang seorang anak manusia yang lahir dari keluarga ekonomi rendah. Ia telah merantau jauh ke Jawa untuk kuliah. Pikiran dan hatinya hingga hari ini masih tersentak dengan kenyataan bahwa kuliah adalah urusan yang belum tentu dapat digapai semua anak bangsa. Ia telah mendakwa diri sebagai seorang perantau dan pengemis ilmu. Beginilah kisanya:

Ia telah menjadi pengemis ilmu di sudut-sudut kampus dan di setiap bagian jalan. Ia ditertawakan karena tak fasih berbicara melayu. Ia dianggap lucu karena dialek timur. Sambil tertawa karena aksennya, teman-teman di kampus akan menambahkan, “sumber air sudah dekat”. Sebuah bentuk lelucon tentang aksen timur. Di kampus, karena tak sanggup menjadi bahan tertawaan, ia harus puas dengan berdiam diri dan merenungi isolasi diri yang menggenapi dirinya. Ia memilih diam di kelas selama 1 semester karena khawatir menjadi korban perundungan. Tapi tekad dalam hati tak padam. Ia mulai membaca buku. Ia berupaya keluar dari kungkungan ketakutan. Ia membaca, dan ia mulai berani.

Ia tumbuh menjadi seorang pembelajar yang meminati ilmu pengetahuan. Membaca, menyimak, dan mengamati kebaikan-kebaikan ilmu pengetahuan yang telah menolong kehidupan banyak orang. Berangan-angan suatu saat akan melakukan hal yang sama di kampungnya. Ia ingin supaya orang-orang di kampung tidak terus menerus dibodohi, diperalat, dan diadudomba. Cita-citanya menyelamatkan kampung telah menjadi bara dalam hati.

Naas suatu siang, setelah Jumatan, Laptopnya hilang. Ini musibah besar bagi si anak kampung. Ia hampir menyelesaikan urusan tesis untuk pascasarjana, semua harus tertunda karena kehilangan yang tak diharapkan. Ia merasa lututnya lemas, kecemasan dan kekhawatiran menyergap langsung. Bagaimana ia menyelesaikan tesis? bagaimana ia menggunakan lagi laptop itu untuk menulis puisi, kisah-kisah, dan perjalanannya mencatat ilmu pengetahuan? Sebelum jatuh ke dalam perasaan duka yang berlebih, ia harus ikhlas dan menganggap ini semua belumlah cobaan yang berat. Bukankah masih ada ujian yang lebih berat, apalagi kalau bukan segala macam bentuk penghambatan demokratisasi ilmu pengetahuan? Perjuangan belum selesai. Ia harus bersyukur.

Api semangat membara membakar semua pemikirannya untuk tetap bangkit dari kejatuhan yang dialaminya dan ia memulai semuanya dari awal lagi. Hal ini menjadi sebuah pelajaran dalam kehidupannya seiring berjalannya waktu.

Ia terjatuh tapi ia memilih untuk tetap berdiri, ia terjatuh lagi tetapi ia tetap masih bisa bertahan dan ia terjatuh lagi tetapi ia memilih untuk bangkit kembali. Ia tak akan mati oleh tantangan. Ia tak akan mati-mati meski segala sesuatu telah dirampas dari dirinya. Ia akan tetap berani sebagai seorang pengemis ilmu!!

Bagikan yuk

La Ode Alimin