Haji Furodah Itu Bid’ah Munkarot

 Haji Furodah Itu Bid’ah Munkarot

Sumber: x.com / beautiful arab

Saya berkata :
Haji Furodah Tidak ada tuntunan dan uswah dari Nabi saw dan para sahabat salaf saleh bahkan mengandung unsur kezaliman karena mengambil hak orang miskin yang telah antri 20 puluh hingga 30 tahun dan melahirkan diskriminasi dan ketimpangan sosial: hajinya orang miskin dan hajinya orang kaya. Karena yang ada di pikiran hanyalah keuntungan duniawi semata.
Sunah itu terang benderang, tutur Ustadz Khalid Bassalamah suatu ketika.
Hajiku Disini. Mekahku Disini.
Berapa yang berangkat haji tahun ini ? Berapa yang mabrur ? Tidak ada.

Abdullah Bin Al-Mubarak Al Hanzhali Al Marwazi seorang ulama hadits yang sangat zuhud dari Merv, Khurasan menceritakan riwayat ini.

Suatu ketika,
setelah selesai menjalankan ibadah haji, ia beristirahat dan tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua malaikat yang turun dari langit. Ia mendengar percakapan mereka:

“Berapa banyak yang datang haji tahun ini?”
tanya malaikat yang satu kepada malaikat lainnya.
“Enam ratus ribu,” jawab malaikat lainnya.
“Berapa banyak mereka yang ibadah hajinya diterima?”
“Tidak satupun”.

Percakapan ini membuat Abdullah gemetar.
Ia pun menangis dalam mimpinya.

Salah satu di antara kedua malaikat berkata:
“Semua orang-orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia-sia?”
Sambil gemetar, ia melanjutkan mendengar cerita kedua malaikat itu.

“Namun ada seorang,
yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni. Berkat dirinya seluruh haji orang-orang yang berhaji ini diterima oleh Allah.”
“Kok bisa?”
“Itu Kehendak Allah”
“Siapa orang tersebut?”
“Sa’id bin Muhafah tukang sol sepatu di kota Damaskus, di negeri Syam.
Mendengar percakapan kedua malaikat tersebut tersebut, Abdullah bin Mubarok langsung terbangun.

Sepulang dari ibadah haji, ia tidak langsung pulang ke Khurasan, tapi langsung menuju kota Damaskus, di negeri Syam.
Sampai disana ia langsung mencari tukang sol sepatu yang disebut Malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ditanya, apa memang ada tukang sol sepatu yang namanya Sa’id bin Muhafah.
“Ada, di tepi kota”
Jawab salah seorang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya.

Sesampai disana, Abdullah bin Mubarok menemukan seorang tukang sol sepatu yang berpakaian lusuh,
“Benarkah anda bernama Sa’id bin Muhafah?” tanya Abdullah bin Mubarok.
“Betul, siapa tuan?”
“Aku Abdullah bin Mubarak”
Said pun terharu, “Tuan adalah ulama terkenal, ada apa mendatangi saya?”
Sejenak Abdullah bin Mubarok terdiam dari mana ia memulai pertanyaanya, akhirnya ia pun menceritakan perihal mimpinya.
“Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah anda perbuat sehingga anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur?”
“Wah saya sendiri tidak tahu!”
“Coba ceritakanlah bagaimana kehidupan anda selama ini !

Maka Sa’id bin Muhafah pun bercerita.
“Setiap tahun, setiap musim haji, aku selalu mendengar lantunan dari jama’ah haji:

Labaik Allahumma Labbaik
Labbaik Laa Syarika Laka Labbaik,
Innam Hamda Wanni’mata Laka,
Walmuk Laa Suarrika Lak.

Setiap kali aku mendengar itu, aku selalu menangis
Ya allah aku rindu Mekah.
Ya Allah aku rindu melihat kabah.
Ijinkan aku datang,
Ijinkan aku datang ya Allah.

Oleh karena itu,
sejak puluhan tahun yang lalu setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya sebagai tukang sol sepatu.
Sedikit demi sedikit saya kumpulkan. Akhirnya pada tahun ini, saya punya 350 dirham, cukup untuk saya berhaji.
“Saya sudah siap berhaji”
“Tapi anda batal berangkat haji?”
“Benar”
“Apa yang terjadi?”
“Istri saya hamil, dan sering ngidam.
Waktu saya hendak berangkat haji saat itu dia ngidam berat”
“Suamiku, apakah engkau mencium bau masakan yang nikmat ini?
“Ya istriku”
“Cobalah kau cari, siapa yang masak sehingga baunya nikmat begini.
Mintalah sedikit untukku”
“sayapun mencari sumber bau masakan itu.
Ternyata berasal dari gubuk yang hampir runtuh. Disitu ada seorang janda tua dan enam anaknya.

Saya bilang padanya bahwa istri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit.
Janda tua itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya.
Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan :
“tidak boleh tuan”
“Dijual berapapun akan saya beli”
“Makanan itu tidak dijual, tuan” katanya sambil berlinang mata.
Akhirnya saya tanya kenapa?
Sambil menangis, janda itu berkata “daging ini halal untuk kami dan haram untuk tuan” katanya.

Dalam hati saya berkata:
Bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim?
Karena itu saya mendesaknya lagi “Kenapa?”
“Sudah beberapa hari ini kami tidak makan. Dirumah tidak ada makanan. Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk dimasak.
“Bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati kelaparan. Namun bagi Tuan, daging ini haram”.

Mendengar ucapan tersebut spontan saya menangis, lalu saya pulang.
Saya ceritakan kejadian itu pada istri saya, diapun menangis, kami akhirnya memasak makanan dan mendatangi rumah janda itu.
“Ini masakan untuk mu”
Uang peruntukan haji sebesar 350 dirham pun saya berikan pada mereka.
”Pakailah uang ini untuk mu sekeluarga.
Gunakan untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi”
Ya Allah………
Di sinilah Hajiku
Ya Allah………
Di sinilah Mekahku.
Haji itu meneladani keluarga Ibrahim as. Tentang Hajar yang dibuang di padang gurun. Tentang pencarian air karena haus yang sangat. Tentang kurban putra yang paling dicintai. Tentang ketaatan tanpa batas. Tentang penyerahan diri secara total. Tentang persamaan dan Tentang penghambaan kepada Allah Yang Maha Ahad.

Oleh: @nurbaniyusuf / Komunitas Padhang Makhsyar

Bagikan yuk

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *