Budaya Melestarikan Lingkungan

 Budaya Melestarikan Lingkungan

Oleh : Muhamad Kundarto *)


Mengapa masyarakat di pulau Bali masih dikelilingi oleh tutupan vegetasi yang alami sejak dahulu kala. Ternyata budaya melestarikan lingkungan masih sangat dipegang dan dipatuhi, sehingga keberadaan alam beserta isinya, yaitu vegetasi, air, dan tanah terjaga dengan baik. Kita bisa melihat banyak pohon besar dililit kain sebagai pertanda perlindungan. Kita juga mengenal tata kelola air irigasi dengan sistem subak, sehingga bisa terdistribusi merata ke lahan sawah.

Kita juga bisa melihat beberapa titik di Pulau Jawa pelosok desa atau lereng gunung, terdapat pohon besar yang di bawahnya ada mata air atau sumur alami. Pohon besar ini diberi pagar atau pembatas lain dan dijaga untuk tidak ditebang. Pohon besar tersebut diyakini memberikan kontribusi besar dalam menghadirkan mata air berkelanjutan, sehingga masyarakat setempat terus melindunginya.

Ada lagi pepohonan besar yang sangat tua dan langka, sering berdiri kokoh di tengah area makam, yang sudah berusia puluhan sampai ratusan tahun tanpa gangguan penebangan. Diduga masyarakat setempat menganggap pepohonan tersebut di area angker (ada penjaga dari dunia lain), sehingga secara otomatis terlindungi dari gangguan.

Beberapa contoh keberadaan hutan adat juga terjaga dengan baik oleh masyarakat setempat. Bahkan hutan produksi pun bisa berubah status karena tuntutan masyarakat setempat yang menginginkan hutan tersebut tidak ditebang, agar mata air tetap mengalir dan terhindar dari longsor.

Saat ini, dengan makin banyaknya penduduk dan tumbuhnya kawasan perkotaan, fenomena kesunyian dan keasrian yang tergambarkan di atas sering kontrakdiktif dengan hingar bingar suana perkotaan yang kadang sulit melakukan aksi melestarikan lingkungan. Apalagi jika budaya masyarakat untuk peduli lingkungan semakin tergerus.

Bisakah kita, walau sekeliling banyak bangunan rumah, gedung bertingkat dan infrastruktur perkotaan, namun masih mau peduli pada pelestarian lingkungan? seperti menanam dan merawat pohon di pekarangan dan lahan terbuka lainnya, mengelola sampah dari sumbernya, mengelola limbah agar aman bagi lingkungan, dll.

Bisakah kita, sesibuk-apapun dan pekerjaan apapun, bersama membangun kepedulian sejauh jangkauan tangan. Membangun gerakan gotong royong, bisa dengan pikiran, tenaga, biaya dan aneka kepedulian lainnya. Kita perlu memahami bahwa kondisi yang beragam membutuhkan komunikasi, kolaborasi dan integrasi yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi spesifik lokasi. Aksi tak perlu sama, tapi tujuan akhir pada muara yang sama.

Harus Bisa, Yakin Bisa, Pasti Bisa !

*) Dosen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Ketua Pusat Studi Lahan UPN “Veteran” Yogyakarta.Tim Teknis ProKlim Kementerian Lingkungan Hidup

Bagikan yuk

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.