Pentingnya AMDAL dalam Pengembangan Objek Wisata di Kawasan Mangrove dan Bakau

 Pentingnya AMDAL dalam Pengembangan Objek Wisata di Kawasan Mangrove dan Bakau

Amdal atau Analisis Dampak Lingkungan merupakan kajian mengenai dampak dari pengambilan keputusan suatu usaha, atau kegiatan yang direncanakan di lingkungan hidup tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan.

Baik itu usaha pertambangan ataupun pariwisata. Mengingat beberapa tahun belakangan Objek Wisata berbasis alam selain pantai semakin diminati oleh wisatawan domestik ataupun asing. Selain itu kelompok masyarakat baik secara swadaya ataupun terorganisir dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) juga mulai melirik potensi pengembangan pariwisata berbasis alam dan lingkungan.

Salah satunya seperti yang terjadi di Pulau Belitung, setelah ditetapkan menjadi 10 Bali baru Belitung telah menjadi tujuan wisata bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Objek wisata baru berupa wisata minat khusus mulai bermunculan dan terus bertambah sebagai alternatif wisata selain pantai. Karena sama seperti Bali, pulau Belitung lebih dikenal dengan objek wisata pantainya yang indah.

Sebagai alternatif wisata selain Pantai, pengembangan objek wisata berbasis alam seperti sungai dan hutan mangrove juga merupakan upaya untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat. Khusunya di pulau Belitung yang sebagaian besar masyarakatnya masih bergantung dengan tambang dan kebun lada sebagai sumber mata pencaharian sehari-hari sedangkan harganya seperti suhu tubuh orang yang sedang demam, kadang naik dan kadang turun.

Selain dari faktor ekonomi dalam pengamatan secara langsung dilapangan penulis belum menemukan adanya faktor lain yang menjadi pendorong masyarakat beramai-ramai mengembangkan objek wisata dikawasan Mangrove yang tersebar hampir merata di sepanjang pesisir pulau Belitung.

Niat untuk memajukan perekonomian daerah melalui pengembangan objek wisata di kawasan Mangrove dan Bakau tentu tidak ada salahnya. Hanya saja butuh analisis dan kajian terlebih dahulu sebelum sebuah kawasan mangrove yang kemungkinan besar masuk dalam zona Hutan Lindung Pantai (HLP) dikembangkan dan dikelola menjadi objek wisata.

Mengingat mangrove Indonesia yang mencapai luas 3,2 juta ha atau sekitar 22,6 % dari luas mangrove di seluruh dunia. Terus mengalami penyusutan, angka tersebut merupakan angka luas hutan mangrove di Indonesia setelah mengalami penyusutan akibat aktivitas antropogenik (aktivitas manusia) , sebelumnya berdasarkan data yang di tulis dalam Jurnal Lingkungan dan Pembangunan Volume 1, Nomor 3, 2015 yang ditulis oleh Syaiful Eddy seorang akademisi Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Sriwijaya.

Luas mangrove Indonesia sebelumnya seluas 6,7 ha namun dalam 2 sampai 3 dekade terakhir terus berkurang dan mengalami penyusutan sebanyak 50 % terutama di pulau Jawa dan Bali.

Oleh karenanya, pemerintah daerah harus mengawasi dan memberikan bimbingan secara khusus terhadap kelompok swadaya masyarakat (komunitas) , kelompok sadar wisata dan Badan Usaha Milik Desa yang sedang melakukan pengembangan objek wisata dikawasan Mangrove, Sungai, ataupun Bakau. Guna menghindari kerusakan ekosistem yang sebelumnya jarang atau (mungkin) sama sekali tidak pernah tersentuh oleh aktivitas manusia (antropogenik).

Maka dari pada itu kajian Analisis Dampak Lingkungan perlu dilakukan guna merawat alam tetap lestari dan bisa dinikmati oleh banyak orang serta menghasilkan nilai ekonomi. Adapun hal yang dikaji dalam proses AMDAL meliputi aspek sosial-ekonomi, ekologi, fisik-kimia, sosial dan budaya, serta kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan rencana usaha atau kegiatan pengembangan wisata.

Hal tersebut seperti yang tertera dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL berguna memberi masukan untuk penyusunan desain rinci teknis dari rencana usaha atau kegiatan. Selanjutnya memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dari rencana usaha atau kegiatan pengembangan wisata. Serta memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan di Kawasan Mangrove, Sungai dan Bakau.

Oleh karenanya seluruh stakeholder yang terlibat diharapkan dapat berkontribusi secara nyata dalam pengembangan objek wisata alam di kawasan mangrove guna menghindari kelalaian dari aktivitas antropogenik yang dilakukan manusia.

Oleh Angga, Kader Hijau Muhammadiyah Belitung Timur

Bagikan yuk

Rumah Baca Komunitas