Perihal Perpustakaan Pemerintah Masa Kini
Perpustakaan masa kini sudah banyak berubah. Perpustakaan bukan lagi sekedar gedung penyimpan buku atau tempat ekslusif. Perpustakaan telah menjadi sarana wajib proses kehidupan masyarakat di perkotaan maupun desa. Perpustakaan bahkan telah menjadi fasilitas wajib di kafe, perkantoran, dan berbagai sarana publik. Bukan lagi sesuatu yang asing jika pojok buku atau dikenal sebagai corner buku dapat dijumpai di mana-mana. Perpustakaan memang menjadi simbol penting fasilitas konstruksi pengetahuan masyarakat dan bangsa. Sebagai contoh, setiap presiden Amerika yang selesai menjabat akan dibuatkan satu bangunan perpustakaan sebagai simbol penghargaan terhadap pimpinan Negara. Ini adalah sebuah contoh bagaimana perpustakaan dianggap sebagai warisan yang sangat berharga bagi generasi selanjutnya.
Masyarakat Babilonia menghabiskan banyak sumber daya untuk mendokumentasikan pengetahuan dan kemajuan bangsanya melalui perpustakaan. Tidak hanya itu, mereka menjadikan perpustakaan sebagai simbol kedigdayaan negara. Begitu pula dengan perpustakaan megah Dinasti Abbasiyah terutama pada masa Khalifah Al-Makmun, yang hingga saat ini dianggap sebagai pencapaian besar bagi dunia ilmu pengetahuan (the great library). Teknologi kertas, penggandaan, dan penerjemahan menjadi ciri utama kemajuan gerakan pustaka era ini. Keberhasilan mereka adalah menjaga ilmu pengetahuan supaya menjadi bagian dari kemajuan bangsa.
Setelah abad XX perpustakaan mengalami pembaruan penting. Sejak komputer dan internet masuk ke Indonesia era 90an, perpustakaan mengalami banyak perubahan. Perpustakaan tidak sekedar mengandalkan tenaga pustakawan, tetapi dibantu oleh platform digital. Proses sirkulasi bahan bacaan 80% tidak membutuhkan interaksi tatap muka lagi. Pustakawan kini memainkan peran sebagai pengelola yang mendampingi pengunjung untuk mengenal cara kerja aplikasi bibliotek atau memberikan layanan konsultasi melalui perangkat digital. Hal ini dapat ditemui misalnya di berbagai macam perpustakaan yang dikelola oleh pemerintah. Perpusda Umum Kabupaten Boyolali adalah salah satu contohnya. Perpusda Boyolali mengadopsi sistem IT yang canggih sebagai strategi untuk mengimbangi tren konsumsi informasi yang tengah berkembang. Dalam beberapa tahun belakangan memang muncul kesadaran di kalangan pegiat perpustakaan untuk memperbarui cara kerja mengelola bahan bacaan bagi masyarakat. Pegiat dan pemerhati kebudayaan termasuk kalangan pustakawan menyadari betul bahwa era komputerisasi dan internet mengubah banyak hal dalam proses interaksi manusia dengan data. Setiap orang pada masa ini tidak dapat dilepaskan dari arus digitalisasi informasi. Jika tidak mampu berakselerasi maka perpustakaan perlahan akan ditinggalkan.
Ketika era keterbukaan informasi beroperasi melalui perangkat digital, banyak pengamat memprediksi bahwa buku cetak akan menemui akhir riwayat. Memang terbukti sejumlah industri bahan literasi cetak dalam dua tahun belakangan akhirnya terpaksa gulung tikar. Majalah Rolling Stones, Hai, dan Tabloid Bola berhenti cetak. Majalah anak-anak seperti Bobo yang sangat populer sejak terbit pada 1970an harus gesit membaca dampak revolusi teknologi dengan memproduksi material literasi berupa audio-visual yang layak media sosial. Apa yang terjadi pada industri literasi cetak akan memberi dampak juga terhadap eksistensi dan fungsi perpustakaan. Di Perpusda Boyolali, pengunjung bukan cuma disediakan bahan bacaan, tapi juga area rehat, fasilitas internet, dan perangkat elektronik. Ini penting. Selain menyediakan fasilitas kepustakaan berteknologi tinggih, perpustakaan juga harus menjadi ruang publik.
Di negara-negara maju perpustakaan juga ada yang terpaksa harus tutup. Sebagaimana dikutip dari BBC, sejak tahun 2010 Inggris khawatir dengan prospek perpustakaan di masa depan. Mereka menghadapi kenyataan bahwa ratusan perpustakaan umum terpaksa ditutup. Pemerintah telah membantu perpustakaan umum supaya memiliki fasilitas wi-fi sebagai strategi meningkatkan jumlah pengunjung. Tantangan terhadap masa depan perpustakaan nyaris serupa di mana pun. Sejak beroperasi pada tahun 2001, Perpusda Boyolali berupaya keras menjadi bagian penting dari pembangunan kualitas SDM. Hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan terus menerus menciptakan inovasi. Perpustakaan harus siap mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk pengguna perpustakaan. Tantangan harus dijawab dengan inovasi-inovasi baru.
Meskipun bukan satu-satunya, Perpusda Boyolali adalah sedikit di antara dua puluh lima ribu perpustakaan di Indonesia yang merespon gelombang perubahan. Penting bagi setiap perpustakaan memahami tren dan pola membaca masyarakat digital. Di Perpustakaan Boyolali, kebutuhan terhadap fasilitas internet berupaya dipenuhi. Bukan rahasia lagi jika pengunjung-pengunjung dari kalangan anak muda sangat tertarik dengan fasilitas publik yang menyediakan internet gratis. Setiap harinya pengunjung yang terdiri dari siswa SD, SMP, SMA, dan mahasiswa mengakses koleksi cetak dan digital di perpustakaan Boyolali. Sebagian besar mereka menjadikan perpustakaan sebagai wahana belajar. Kebutuhan mengakses internet gratis sangat penting. Hampir semua proses pembelajaran saat ini mengandalkan internet sebagai sumber primer. Di sekolah-sekolah, guru dan siswa tidak dapat melepaskan internet sebagai bagian dari proses pembelajaran. Begitu juga dengan sistem belajar di mana saja. Bagi anak muda, fasilitas internet adalah daya tarik.
Begitu pentingnya internet bagi masa depan perpustakaan adalah ciri utama perpustakaan 2.0, yakni era baru sistem yang berbasis pada pengguna layanan pustaka. Di perpusda Boyolali setiap pengunjung menghabiskan rata-rata tiga jam untuk membaca dan menikmati layanan. Ini adalah model perilaku pengunjung perpustakaan masa ini. Mereka menghabiskan waktu di perpustakaan untuk menemukan nuansa belajar yang berbeda. Alasan seperti itulah yang harus dipahami oleh pengelola perpustakaan di mana pun. Mereka harus mempersiapkan layanan yang prima. Suasana perpustakan harus menyenangkan. Pengelola perpustakan harus ramah dan berorientasi melayani. Apa saja kebutuhan pengunjung harus mendapatkan respon yang tepat. Setidaknya perpusda Boyolali berupaya keras menjaga semangat masyarakat mengunjungi perpustakaan. Kendati tidak mudah, perpustakaan yang berlokasi di Bayanan Pulisen ini harus terus menerus memperbarui inovasi. Kreatifitas menjadi kunci penting agar perpustakaan tetap berfungsi bagi masyarakat.