Pentingnya Mempelajari Ekofeminisme*

 Pentingnya Mempelajari Ekofeminisme*

Sumber: haidiva.com

Fahmi Saiyfuddin
Pengajar di Pesantren Ekologi Misykat Al Anwar


Dalam kata Pengantar Ecofeminism karya Vandana Shiva dan Maria Mies, ekofeminisme merupakan istilah baru untuk gagasan lama. Gerakan dan istilah yang relatif modern tersebut diciptakan pada tahun 1974 oleh feminis Perancis Françoise d’Eaubonne, dalam bukunya Le Féminisme ou la Mort (Feminisme atau Kematian). Ekofeminisme sendiri muncul setelah serangkaian lokakarya dan konferensi yang diadakan di Amerika Serikat pada akhir tahun 1970an dan awal tahun 1980an. Konferensi tersebut sebagian besar dihadiri oleh para profesional dan akademisi.

Sebagai ideologi dan gerakan, ekofeminisme memandang perubahan iklim, kesetaraan gender, dan ketidakadilan sosial secara lebih luas sebagai isu-isu yang secara intrinsik saling terkait. Semua keterkaitan tersebut ialah dominasi maskulinitas masyarakat dalam melihat alam. Mudahnya, ekofeminisme adalah cabang feminisme yang mengeksplorasi hubungan antara perempuan dan alam.

Ekofeminisme sendiri disebut sebagai gerakan feminisme gelombang ketiga atau post-feminism. Meski terjadi dikotomi penamaan antara feminisme gelombang ketiga dan post-feminisme, hal tersebut tidak lain karena permasalahan mendasar mengenai kritik perkembangan feminisme pasca 1970-an. Jika keduanya dianggap sebagai perkembangan feminisme yang berbeda, namun kedua berlangsung pada kurun waktu yang hampir bersamaan. Sebaliknya, jika dianggap keduanya adalah perkembangan yang sama, ada usaha-usaha definitif dari masing-masing kubu untuk mendefinisikan diri mereka sebagai feminis gelombang ketiga atau post-feminism. Lebih jauh lagi, kedua istilah tersebut tidak hanya dimaknai secara bertentangan, namun juga saling tumpang tindih satu lain.

Terlepas dari perdebatan penamaan gelombang gerakan feminis diatas, kenapa bernama ekofeminisme? Kenapa bukan feminis-ekologi? Padahal definisi tersebut lahir dari dinamika gerakan feminis, bukan gerakan ekologi? Jawabannya ialah, kajian atau istilah ekologi dianggap lebih universal sedangkan feminisme adalah sebuah gerakan yang berangkat dari kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan didiskriminasi, serta upaya untuk mengakhiri diskriminasi tersebut.

Kata ekologi (bahasa Jerman: Ökologie) diciptakan pada tahun 1866 oleh ilmuwan Jerman, Ernst Haeckel. Ilmu ekologi yang kita kenal sekarang ini dimulai oleh sekelompok ahli botani Amerika pada tahun 1890-an. Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari hubungan organisme serta interaksi dengan satu sama lain, terutama dengan lingkungan di sekitarnya.

Secara bahasa, ekologi dibagi menjadi dua kata bahasa Yunani yaitu ‘oikos’ dan ‘logos’. Oikos berarti diartikan  sebagai habitat/tempat tinggal, sedangkan Logos berarti ilmu. Maka ekologi dapat diartikan menjadi “ilmu yang mempelajari organisme di tempat tinggalnya”. Ekologi juga dapat diartikan menjadi “ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme atau kelompok organisme dengan lingkungannya”.

Prinsip Maskulinitas terhadap Ekologi

Berbeda dengan gerakan feminisme arus utama yang umumnya menggunakan analisis gender untuk memahami ketidakadilan perempuan, Vandana Shiva memfokuskan gagasannya pada dua ideologi yang berlawanan, yakni antara prinsip ‘maskulinitas’ dan prinsip ‘feminitas’ yang mempengaruhi seluruh kehidupan.

Prinsip feminitas sebagai ‘the sustenance perspective adalah prinsip yang diperlukan bagi kehidupan, prinsip tersebut bercirikan kedamain, keselamatan, kasih sayang, merawat dan menjaga. Bumi sebagai tempat tinggal ratusan bahkan ribuan organisme kehidupan sering dilekatkan dengan prinsip tersebut, maka dari itu kita sering mendengar istilah “Ibu Bumi”. Sebaliknya, maskulinitas bercirikan persaingan, dominasi, eksploitasi dan penindasan, yakni prinsip penghancuran dan penghisapan.

Feminitas sebagai suatu prinsip tidak mesti hanya dimiliki perempuan, begitu pula maskulinitas tidak serta merta hanya dimiliki laki-laki. Maskulinitas menjadi ideologi yang dominan dalam sejarah, sehingga tidak sedikit kaum perempuan bahkan aktivis feminisme yang menganut ideologi maskulinitas. Dalam aspek kehidupan, maskulinitas merealisasi diri dalam berbagai aspek, seperti developmentalisme, modernisme, industrialisme, militerisme, positivisme dan reduksionisme serta berbagai ideologi kekerasan lainnya. Tanpa sadar, hampir semua pemikiran feminisme terjebak pada epistemologi dan teori yang bersandar pada prinsip ‘maskulinitas’ yang juga anti ekologi. Dengan demikian, prinsip feminitas yang ramah pada sesama manusia dan melindungi lingkungan -sebagaimana diperjuangkan oleh Shiva- tersingkirkan.

Agenda feminis liberal yang bersandar pada developmentalisme dan positivisme, justru menjadi masalah bagi perempuan maupun lingkungan. Feminis radikal yang tanpa sadar menggunakan prinsip persaingan, demikian pula feminis Marxis yang cenderung mengadakan devaluasi terhadap prinsip feminitas, dimana watak rasionalisme dan tiadanya kaitan spiritualitas antara feminisme dan ekologi merupakan kritik utama Shiva pada feminisme dominan tersebut. Pandangan Shiva penuh dengan dimensi spiritualitas dalam memandang alam secara feminin. Shiva juga menawarkan pendekatan yang holistik, yakni kaitkan antara prinsip feminitas dan ekologi.

Penulis menambahkan, meskipun berangkat dari pandangan spiritualitas dalam melihat alam secara feminim, pandangan tersebut harus ditransformasikan menjadi gerakan yang material. Mengapa demikian? Pasalnya kapitalisme-patriarkal adalah gerak dan sistem yang real. Maka dari itu, perjuangan melawan kapitalisme dan patriarki harus dilakukan secara nyata dengan didasari spirit feminin, yakni keselamatan untuk manusia dan alam.

Pentingnya Ekofeminisme

Setidaknya terdapat tiga alasan utama mengapa ekofeminisme penting dalam masyarakat saat ini. Pertama. Helping the Environment, ekofeminisme membawa lingkungan ke garis depan dalam diskusi-diskusi seputar feminisme. Hal ini penting karena degradasi lingkungan yang terus terjadi di planet ini merugikan semua pihak, terlebih perempuan dan anak-anak.

Kedua. Connecting Social and Environmental Issues, menyatukan isu-isu sosial dan lingkungan adalah inti dari ekofeminisme. Hal ini penting karena memberikan perspektif baru dan unik dalam melihat bagaimana masalah-masalah seputar isu-isu sosial dan lingkungan sebenarnya saling berkaitan. Sebagaimana kolaborasi antara Vandana Shiva, seorang ahli fisika, berlatar belakang gerakan ekologi dan berasal dari belahan negeri Selatan, yaitu India; dengan Maria Mies, seorang ilmuwan sosial, berlatar belakang gerakan feminis, dan berasal dari negara Utara, yakni Jerman, dalam menulis buku “Ecofeminism”.

Ketiga. Core aim of Equality, penting untuk diingat bahwa ekofeminisme adalah salah satu jenis feminisme. Pada intinya, tujuan ekofeminisme adalah kesetaraan dalam masyarakat dan menghilangkan patriarki. Oleh karena itu, ketika melihat ekofeminisme dalam konteks tujuan awalnya, hal ini penting karena setiap kontribusi terhadap kesetaraan dalam masyarakat dapat memicu perubahan positif.

Kesimpulan

Ekofeminisme adalah ideologi politik, yang terkait dengan teori feminis arus utama, yang berupaya memahami dan menganalisis hubungan antara gender dan lingkungan. Ekofeminisme membawa lingkungan ke garis depan diskusi seputar feminisme.

Ekofeminisme adalah ideologi politik yang penting karena kaitannya dengan perubahan iklim dan krisis iklim global. Ideologi politik ini berkaitan dengan keadilan lingkungan karena para ekofeminis bertujuan untuk menantang dan memperbaiki dampak buruk perubahan iklim terhadap masyarakat miskin dan terpinggirkan. Secara khusus, para ahli ekofeminis berpendapat bahwa hubungan gender yang tidak seimbang merupakan hambatan utama dalam mencapai keadilan lingkungan

Seperti cabang feminisme lainnya, ekofeminis mengupayakan kesetaraan antara semua gender dalam masyarakat. Selain itu, Ekofeminisme secara kritis mengkaji dan menganalisis hubungan antara gender dan lingkungan kita. Dalam melakukan hal ini, para ekofeminis menantang penggunaan lingkungan yang eksploitatif melalui struktur patriarki.

Ekofeminisme menawarkan sebuah lensa politik yang melaluinya kita dapat memandang dunia di sekitar kita. Selain itu, Ekofeminisme juga menyoroti dampak struktur kekuasaan yang tidak seimbang, seperti patriarki, dan bagaimana hal ini diperburuk oleh krisis iklim yang sedang berlangsung dan adanya ketidakadilan iklim.

Buku-buku tentang ekofeminisme

Berikut beberapa buku yang dapat anda baca untuk menambah pengetahuan tentang ekofeminisme:

  1. Ecofeminism oleh Maria Mies dan Vandana Shiva (1993). Buku ini mengeksplorasi hubungan antara masyarakat patriarki dan perusakan lingkungan.
  2. Ecofeminist Philosophy: A Western Perspective on What It Is and Why It Matters oleh Karen J. Warren (2000). Buku ini merupakan rasionalisasi argumen ekofeminisme yang ditulis oleh seorang feminis lingkungan.
  3. Feminism and the Mastery of Nature oleh Val Plumwood (1993). Buku ini menggabungkan filsafat dan bagaimana hal itu berhubungan dengan lingkungan dan feminisme.
  4. Longing for Running Water: Ecofeminism and Liberation oleh Ivone Gebara (1999). Buku ini membahas mengapa ekofeminisme muncul.
  5. Refuge oleh Terry Tempest Williams (1992). Buku ini menggunakan pendekatan penulisan yang berbeda karena lebih bersifat memoar dan berisi pengalaman pribadi.

* Tulisan ini merupakan catatan bahan ajar Ngaji Ekofeminisme untuk santri tingkat SMA di Pesantren Ekologi Misykat Al-Anwar, Bogor.

Bagikan yuk

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.