Ekologi Apresiatif

 Ekologi Apresiatif

bermula dari arti kata pembentuknya, ekologi dirangkai dari kata ekos artinya rumah, dan logos artinya ilmu. Jika filsafat adalah induknya pengetahuan, maka ekologi layak disebut sebagai rumahnya ilmu pengetahuan. Tentu anda sangat familiar, semua orang guru alam raya sekolahku. Jika tidak ingat ini adalah lirik lagu kepal SPI yang populer di kalangan pengelana makna pembelajaran. 

Ekologi adalah cabang ilmu yang menyaratkan nalar multidisiplin ilmu pengetahuan dan interkoneksinya sungguh banyak cabang akarnya. Nyaris, semua cabang pengetahuan terhubung dengan ekologi, ilmu kesemestaan. Bukan hanya tempat kita mulai menjalani tata kehidupan, tetapi juga rumah berpulang bagi semua ciptaan. 

Belajar sama-sama

Bermain sama-sama

Kerja sama-sama

Semua orang itu guru

Alam raya sekolah ku

Sejahteralah bangsaku..

Semua orang itu guru

Alam raya sekolah ku

Sejahtera lah bangsaku..

bencana bagi semua sudah di depan atau ada dalam diri kita akibat tangan manusia yang cenderung menguasai ketimbang meraawat dan memakmurkan, akibatnya kini tragedy of the common menyelinap mendekat kepada rumah kita semua. Data bencana akibat fenomena alam yang  juga diundang alias dipicu aktfitas eksploitatif manusia terus merangkak naik di segala sudut negeri. Bencana ekologis seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan telah diperkirakan terjadi di 90% wilayah Indonesia. Selain topografi alami di suatu wilayah, potensi bencana ekologis Indonesia turut disebabkan maraknya deforestasi, praktik pertambangan, dan monokultur seperti perkebunan sawit di Indonesia.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 3.056 peristiwa bencana alam di Indonesia selama periode 1 Januari-3 Oktober 2023. Mayoritas bencana alam tersebut berupa banjir, yaitu sebanyak 893 kejadian, diikuti cuaca ekstrem 861 kejadian.

Betul, peringatan bumi makin panas direspon biasa saja, peringatan pemanasan global, seolah bumi masih aman nyaman, dan bahkan sedang ada pendidihan global yang digaungkan oleh sekjend PBB dikutip banyak tokoh agama disiarkan luas. Nyaris bergeming. 

Jika ada pengumuman besok akan kiamat, dugaan saya mayoritas orang tak percaya dan tetap mengabaikannya bahkan tetap berbuat kerusakan di muka bumi. Bahkan ini sudah ayatnya dalam al quran.  

Mengapa ekologi apresiatif?

warning dari segala penjuru dunia sudah terus dibunyikan, kadang tidak semua manusia peduli akan peringatan sebelum benar-benar merasakan sendiri. Inilah memang nalar manusia kebanyakan, abai pada ajakan-ajakan mitigasi dan prefentif akan kejadian-kejadian yang jelas sudah ada pertandanya.

Memang saya pribadi tak ada persoalan serius bahwa kampanye ekoliterasi dengan memvisualkan kerusakan dan korban bencana itu positif karena alerting itu berguna hadapi bencana. sayang, tidak semua pihak enjoy senang dengan ketakutan dan diduga provokasi dengan kampanye krisis sosial ekologis akibat pembangunan. Politics ecology of fear, bagi saya nyata tapi bisa jadi itu tertolak bagi banyak orang akibat literasi yang rendah atau karena kegentingan ekonomi yang memaksa misalkan seperti di negera dunia selatan. 

Emil Salim adalah juga penyala obor banyak ilmu pengetahuan di saat yang sama juga memberikan warning akan bahaya pembangunan yang nirekologisme atau anti ekologi. Bahkan dalam sebuah edisi wawancara di Majalah Prisma, pak Emil bilang: “melawan krisis iklim itu seperti perang. apa yang diperlukan dalam perang? bukan ketakutan justru keberanian plus banyak pengetahuan dan alat bantu pemenangan. Pak Emil sangat proporsional, ada banyak aktifis lebih menghabiskan waktu tenaganya membuat daftar masalah gerakan lingkungan ketimbang mengupayakan kemenangan kecil dalam praktik aksi nyata dan langsung. 

Karenanya, metode Apresiatif inquiry (AI) saya coba ajukan menamah energi perubahan yang nyata. Saya pribadi tetap membangun optimisme dalam gerakan lingkungan di tengah berbagai persoalan yang terus mengakselerasi tanpa ada solusi pasti. Krisis iklim makin parah dan cepat melibas, daya dukung mengatasinya terus melambat dan kalah. Tapi meminjam nalar Buya Syafii Maarif, kita musti optimis di tengah kegalauan akibat krisis iklim dididihkan di dalam bejana zaman. Dalam hal ini saya bersyukur pernah belajar apreciative inquiry di tengah kejenuhan akan daftar persoalan yang tiada terselesiakan. Kegunaan AI ini sedikit mengurangi keletihan akan janji perubahan berbasis hadap masalah yang ternyata meletihkan jiwa raga dan perubahan tetap lambat. Whitney dan Trosten-Bloom (2007) mendefinisikan pendekatan baru ini sebagai pendekatan terhadap perubahan diri dan organisasi yang dilandaskan pada pertanyaan-pertanyaan dan diskusi tentang kekuatan, keberhasilan, nilai, harapan dan impian.

metode ekologi apresiatif merupakan gerakan perubahan yang mendasarkan pada pemberdayaan kekuatan positif pada kerja yang memulai praksis yang kecil tapi kuat dan konsisten. Jadi, lebih baik bicara dengan praktik keteladanan ketimbang wacana persoalan krisis lingkungan yang tiada berkesudahan. 

Mengapa AI? 

Jawabannya, masalah itu ada tanpa kita buat daftar hadir dan daftar panjang detail perkara dan kelemahan-kelemahan kita yang menghadapinya. Ketika kita merumuskan kekuatan apa yang kita punya, Sumber daya energi baru apa yang kita bisa perkuat produksinya untuk melakukan penguatan pada aspek yang sudah kita milkiki dan punya kontribusi. Idenya adalah bahwa melipatgandakan kekuatan jauh lebih efektif mendekati perubahan ketimbang berjibagu menambah daftar masalah yang jelas-jelas sudah ada tanpa kita perparah.

Secara sederhana, bagaimana AI berguna untuk memperkuat gerakan lingkungan di kalangan anak muda misalnya kita buat angan-angan yang rada dekat: Mimpi kita semua anak muda sadar bahwa memilih pemimpin yang punya visi ekoliterasi sebagai sebuah keniscayaan. Jika mimpinya ketinggian, bikin saja bagaimana punya pemimpin yang bisa memastikan semua air bersih di sekitar bisa layak minum begitu juga udara dan tanah layak dijadikan sahabat hidup. 

Beberapa hal yang musti dijalani pengguna AI. cara mempertanyakan adalah hal penting sehingga bertanyalah yang empowering bukan pertanyaan yang mengarahkan pada kekalahan dan menyerah sehingga pilihan bahasa kita atur. Kedua, realitas itu wajahnya beragam hal negatif bisa kita ubah dengan cara pandang positif. Orang yang kita temua cenderung membawa daftar masalah ketimbang daftar kekuatan untuk perubahan progresif-apresiatif. Saya sering diskusi dengan aktifis muda lingkungan. Sering susah karena kurang teman dan kurang pendanaan. Kalau dua hal ini dipenuhi pasti akan mencari masalah lainnya terus begini sampai hari kiamat. So, kita ubah dengan bahasa interaksi kita. 

sekarang saya coba, memberdayakan AI dalam gerakan lingkungan yang lebih mengandalkan harapan (politics of hopes) dari pada politik ketakutan krisis ekologi. 

Sumber: Dureau, Christopher. 2013

Ada lima siklus AI yang bisa kita ujihebatkan pada komunitas lingkungan. Saya akan mengambil contoh Rumah Baca Komunitas. Pertama, Define (Menentukan imajinasi dan mimpinya), adalah tahapan saat pemimpin ataupun fasilitator mengajak komunitas menentukan pilihan topik, tujuan dari proses diskusi, hingga gambaran tujuan yang diinginkan. gerakan ekoliterasi merupakan topik favoritnya. RBK ingin mewujudkan mimpinya menjadi komunitas yang memiliki praktik keadilan ekologis yang mendalam dan nyata.

Discover (Menemukan), Apa yang berharga dan membanggakan dari masa silam perlu diidentifikasi kemudian diapresiasi. Cara menemukan kesuksesan ini dilakukan dengan proses percakapan ataupun focus group discussion. Pada tahap ini perlu dilakukan rasa bangga atas pencapaian seseorang dengan berpegang pada prinsip rendah hati namun tetap jujur. Fasilitator harus mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat untuk mendorong masing-masing individu peserta mengeluarkan pengalaman kesuksesan individu maupun kelompok (disertai peranannya). RBK sudah pernah membuat sekolah pemuda ekoliterasi, hemat air listrik, berkebun, membagi benih, wakaf tanaman obat, dll. Ini kekuatan aktual yang berguna ke depannya.

Dream (berani mimpi dan bahagia mengejarnya), Gali beberapa impian atau harapan komunitas yang logis. Lanjutkan dengan mencari keterkaitan antara apa yang sangat dihargai dan dibanggakan dengan apa yang diinginkan di masa depan. Sebuah mimpi bisa berupa visi yang terwujud secara nyata dalam bentuk gambar, kata-kata, lagu atau bahkan visualisasi video. Pada tahap ini pula, dilakukan definisi ulang atas masalah menjadi harapan-harapan. RBK ingin mewujudkan mimpinya menjadi komunitas yang memiliki praktik keadilan ekologis yang mendalam dan nyata.

Design (Mendesain aktifitas dan program), adalah tahapan saat anggota komunitas mempelajari cara merencanakan pemanfaatan aset dan potensi dengan cara yang sistematis, konstruktif dan kolaboratif. Hal ini tak lain adalah untuk mencapai aspirasi dan mimpi, visi ataupun tujuan yang telah mereka tetapkan sendiri. Rancangannya dengan membuat kolaborasi dengan komunitas lain, penerbutan buku, kampanye, diskusi, sekolah ekoliterasi, dan macam-macam lainnya. 

Deliver (menerapkan, mengamalkan), Merupakan tahap terakhir dari keseluruhan proses. Sebelum pelaksanaan atas apa yang telah dirancang, perlu dilakukan hal-hal berikut: komitmen untuk terus belajar dan eksplorasi yang berkelanjutan, Komitmen untuk melakukan inovasi, dan menyampaikan hasil pada semua stakeholder.   Amal ekoliterasi merupakan amalan yang baik dikakukan semua saja caranya adalah minat publik hidup dengan dunia yang segar penuh nalar hijau menjadikan upaya merealisasikan mimpi sejatinya tak bakal kurang pendukung. 

Yakin, kita lihat fakta ada banyak anak muda yang akan mensuport gerkaan kreatif ekoligis ini. Maka, mulailah mengapresasi meraka dengan terus melibatkannya langsung atau tidak langsung mereka diam-diam mendoakan keberhasilan gerakan lingkungan yang kita jaga dan rawat bersama. Yakin semesta akan mendukung dan mengapresiasi.

Bagikan yuk

David Efendi

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.